Tampilkan postingan dengan label a. Makalah Ilmu Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label a. Makalah Ilmu Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 September 2008

ORGANISASI DAN DESAIN KURIKULUM

Kurikulum dalam arti sempit yaitu sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Dalan arti luas kurikulum adalah semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan-bimbingan dan tanggung jawab sekolah. kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksana dari rencana di atas (actual curriculum).

Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang lebih sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam waktu luas ataupun sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan pelengkap penunjangnya.

A. Komponen-Komponen Kurikulum

Unsur atau komponen-konponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Suatu kurikulum harus kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.

1. Tujuan

Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal, yaitu:

1. Perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat
2. Didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.

Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal katagori tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan nasional, merupakan tujuan jangka panjang tujuan ideal bangsa indonesia.
2. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan.
3. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi.
4. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran.

Tujuan-tujuan mengajar dapat dibedaka atas beberapa katagori, sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Briggs mengemukakan lima katagori tujuan, yaitu intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skill and attitude. Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

2. Bahan ajar

a. Sekuens bahan ajar
Beberapa cara menyusun sekuens bahan ajar, yaitu


1. Sekuens krinologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu seperti peristiwa atau sejarah.
2. Sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peritiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa.
3. Sekuens struktural, bagiab-bagiab bahan ajar suaru bidang study telah mempunyai struktur tertentu.
4. Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat di susun berdasarkan urutan logis.
5. Sekuens spiral. Dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pada pokok bahan tertentu.
6. Rangkaian kebelakang (backward chaining), dikembangkan oleh Thomas Gilbrert (1962). Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang.
7. Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne (1965), dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis. Kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang tersusun secara hierarkis mulai dari yang paling sedeehana: signal learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning, verbal association, multiple discrimination, concept learning, principle learning, dan problem-solving learning.


3. Strategi mengajar

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntre membagi strategi mengajar itu atas:

a. Reception/ Exposition Learning-adaiscovery Learning
Reception Learning dilihat dari segi sisi siswa, sedangkan exposition dilihat dai sisi guru . dalam exposition atau reception learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan ataupun tulisan. Siswa tidak dituntut untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali mneguasainya.

b. Rote learning-Meaning Learning
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswatanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghapalkannya.

c. Goup Learning-Individual Learning
Pelaksanaan discovery learning menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.

4. Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam betuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree mengelompokan media mengajar menjadi lima macam:


1. Interaksi insani. Media ini merupakan media langsung antra dua orang atau lebih.
2. Realia. Merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang, binatang, benda, peristiwa dan sebagainya yang diamati siswa.
3. Pictorial, penyajian berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol bergerak atau tidak.
4. simbol tertulis, merupakan media penyajian informasi yang paling umum tetapi tetap efektif.
5. Rekaman suara, dapat disajikan tersendiri atau digabung dengan media pictorial.

Dale mengemukakan dua belas macam media mengajar atau audiovisual aid, yang disebutnya cone of experience atau kerucut pengalaman.


1. verbal symbols
2. visual symbols: signs, stick figures
3. radio and recordings
4. still pictures
5. educational television
6. exhibits
7. study trips
8. demonstrasions
9. dramatized experiences: plays puppets, role playing
10. contrived experiences:models, mock ups, simulation
11. direct purposeful experience

Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disetai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:

Perangsang Alat
1. kata-kata tertulis
2. kata-kata lisan
3. gambar dan kata-kata lisan
4. gambar bergerak, kata-kata dan suara lain.
5. konsep-konsep teoretis melalui gambar

Buku, pengajaran berprogarm, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru, tape recording.
Slide-tapes, slide bersuara, ceramah dasn poster
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
Film bergerak, permainan boneka/wayang.
6. evaluasi pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
a) Evaluasi hasil belajar-mengajar

Untuk menilai suatu keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Menurut lingkup luas bahn dan jangka waktu belajar dibedakan antar evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

Evaluais formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dala jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif lebih besar ditujukan untuk menilai proses pengajaran. Selain itu berfungsi sebagai evaluasi atau tes diagnostik.

Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka ewaktu yang cukup lama atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa serta menilai efektifitas pogram secara menyeluruh.
b) Evaluasi pelaksanaan mengajar

Stufflebeam dan kawan-kawan mengutip Model Evaluasi dari EPIC. Bahwa dalam program mengajar Komponen-komponen yang di Envaluasi meliputi: komponen tingkah laku yang mencakup aspek-aspek: kognitif, afektif dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen: isi, metode, organisasi, fasilitas, dan biaya; dan komponen populasi: siswa, guru, administrator, spesialis, pendidikn ,keluarga, dan masyarakat.

6. Penyempurnaan Pengajaran
Sesuai dengan komponen-komponen yang dievaluasi,pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemunginan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan priotas lebih dulu atau mendapatkan penyempunaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya. Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secra langsung begitu didapatkan sesuai informasi umpan balik, atau ditanggunhkan sampai jangka waktu tertentu bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain baik sesama personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tetentu. Semua hal tersebut bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.

B. Desain kurikulum

Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertical. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkp isi lurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertical menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dai yang mudah, kemudiam menuju ke yang lebih sulit, atau mulai yamng dasar diteruskan dengan lanjutan.
Berdasarkan pada apa yang menjadi focus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:

1. Subject centered design
Subject centered design curriculum merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling bamyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulun dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-maya pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kkurikulum ini disebut juga separated subject curriculum.
a. the subject design
the subject design curriculum merupakan bentuk design yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran.
b. the disciplines design
bentuk ini merpakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan pada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada criteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah discipline.
c. the broad fields design
dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang study seperti sejarah, geogerafi dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan social; aljabar, ilmu ukur dan berhitung menjadi matematika.
Tujuan pengembangan kurikulum broad fields adalah menyiapkan paea siswa yang dewasa I hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, denagn pemahaman yang bersifat menyeluruh.

2. Learner centered design
Learner centered, memberi tempat utama pada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran yanbg belahjar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berprikaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learnered centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Salah satu variasi model ini yaitu the activity atau experience design. Berikut bebrapa cirri utama activity atau experiace design. Pertama, strukrur kurikulum ditentaukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Kedua, karena struktur kkurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun menjadi sebelumnya, tetapi disusun guru sebelumnya dengan para siswa. Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah.

3. Problems centered design
desain ini merupakan kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat. Problems centered design menekankan manusia dalam kesatuan keompok yaitu kesajahteraan masyarakat. Konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurukulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned) yang berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi maupun peserta didik.
Ada dua variasi model desain kurikulum ini:

a. The areas of living design.
Variasi ini seperti learned centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-iformasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Cirri lain dari model design ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.

b. The core design.
Desain kurikulum ini timbul sebagai reaksi utama kepada separate subjects design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti atau core. Pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core tersebut. Karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih atas segala limpahan rahmat, bimbingan, dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah Metodologi Kajian Filsafat dapat selesai dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam Islam di Unuversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga untuk menambah pengetahuan para pembaca.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan tersebut.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyusunnya dengan sebaik- baiknya. Namun peulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan, karena penulis hanyalah sebagai manusia biasa. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.

EVALUASI PENGEMBANGAN KURIKULUM "makalah"

Pada dasarnya kurikulum ditentukan oleh guru (tenaga kependidikan). Guru turut serta menyusun kurikulum, duduk dalam suatu panitia pengembang kurikulum atau memberikan masukan kepada panitia pengembang kurikulum. Prosedur apapun yang ditempuh dalam pengembangan kurikulum, guru tetap memgang peranan penting, karena guru merupakan unsure penting yang menentukan berhasil atau gagalnya pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan (sekolah). Guru terlibat langsung secara aktif dalam pelaksanaan kurikulum bersama para siswa. Guru yang menentukan topic pengajaran, bahan-bahan yang diajarkan, metode yang digunakan, alat yang dipilh dan dipergunakan, serta mengevaluasi hasil pelaksanaan kurikulum.

EVALUASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. PENGERTIAN EVALUASI
Secara etimologis kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Witherington secara singkat merumuskan bahwa “An evolution is declaration that something has or does not have value (Administrasi Pendidikan, 1977.10:22). Berdasarkan kutipan itu maka jelaslah bahwa mengevaluasi berarti emberi nilai, menetapkan apakah sesuatu bernilai atau tidak bernilai.

Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes.

Ada 3 istilah yang hampir sama pengertiannya dengan svaluasi, sama berarti menilai, yaitu tes, measurement (pengukuran), dan evaluasi. Tes/ testing artinya yang umum adalah menggunakan tes. Itu dapat berupa mengetes kekuatan suatu benda. Dapat juga berarti mengetes kecerdasan seseorang. Measurement biasanya berarti penilaian yang sifatnya lebih luas daripada instrument yang digunakan dalam testing, begitu pula mengenai interpretasi hasil pengukuran. Adapun evaluasi mengandung pengertian lebih luas daripada istilah measurement. Evaluasi menggunakan instrument yang lebih banyak daripada measurement, menggunakan data kuantitatif dan kualitatif, memerlukan waktu yang lebih panjang dalam pelaksanaannya.

PENGARUH LINGKUNGAN DALAM KEBERHASILAN PENDIDIKAN "makalah"

Pendahuluan
Pendidikan adalah satu amal usaha Muhammadiyah yang paling strategis, karena ia berhubungan langsung dengan upaya pencapaian tujuan Muhammadiyah. Pendidikan selain dimaksudkan untuk mencetak manusia yang berkualtas juga sekaligus sebagai kader Muhammadiyah yang akan melanjutkan visi perjuangan Muhammadiyah.
Atas dasar itulah sangat masuk akal bila K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, sangat menekuni bidang pendidikan ini pada awal berdirinya Muhammadiyah. Sebagaimana diketahui, paling tidak ada tiga alasan mengapa K.H. Ahmad Dahlan merasa perlu mendirikan Muhammadiyah, pertama, karena prihatin atas praktek pengalaman ajaran Islam yang dilaksanakan tidak secara murni berdasarkan al-Qur'an dan Hadits, karena telah bercampur dengan faham-faham lain di luar ajaran Islam. Kedua, karena prihatin atas ketertinggalan umat Islam dalam bidang pendidikan, bahwa lembaga pendidikan Islam yang ada (pesantren), tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman. Ketiga, karena prihatin atas kondisi sosial, ekonomi dan politik umat Islam.

Jawaban atas berbagai keprihatinan itulah pada dasarnya yang menjadi bidang garapan Muhammadiyah atau dikenal dengan sebutan amal usaha Muhammadiyah, yang saat ini telah semakin luas, sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat.

Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah Masa Awal
Sekolah Muhammadiyah telah ada sejak berdirinya persyarikatan. Keduanya, sama-sama didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Sekolah Muhammadiyah didirikan sebagai alternative dari sekolah gubernur; sekolah katolik; sekolah Kristen dan juga pesantren. masing-masing sekolah tersebut disamping mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan. Sekolah non Islam, kelemahannya, tidak mengajarkan agama Islam, dan pesantren, justru sebaliknya, hanya mengajarkan agama saja.

Alternatifnya, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muhammadiyah, disamping untuk mencegah anak-anak muslim masuk sekolah non-Islam, juga untuk memberikan bekal terhadap anak-anak dengan pengetahuan umum disamping ilmu agama. Ini dikemukakan Kyai sewaktu menjawab pertanyaan sang murid tentang jenis pendidikan yang dapat menjadi media untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. Dengan ungkapan: Dadyo kyahi sing kemajuan, aja kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah. Ungkapan di atas dapat dimaknai bahwa pendidikan Muhammadiyah diharapkan mampu mewujudkan manusia yang menguasai ilmu agama; menguasai pengetahuan umum; dan mau berjuang untuk kegiatan Muhammadiyah.

Konsepnya jelas, yakni ingin membentuk manusia muslim yang penguasaannya terhadap ilmu-ilmu umum sebanding dengan penguasaannya terhadap ilmu-ilmu agama. Dengan perkataan lain, mewujudkan insan intelek-ulama dan ulama-intelek berprinsip pada ‘amaliah dan ‘amal ilmiah. Hal ini dipraktekkannya dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah.

Melalui lembaga pendidikan ini, Muhammadiyah mengadakan pembaharuan pendidikan agama dengan jalan modernisasi dalam sistem pendidikan, menukar sistem pondok (pesantren) dengan sistem pendidikan yang modern yang sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman. Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang khas agama namun bersifat umum, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Untuk itu Muhammadiyah tidak segan-segan meniru simbol-simbol pendidikan Barat (Belanda), misalnya tentang nama, menggunakan istilah yang dipakai sekolah Belanda, seperti HIS untuk Sekolah Dasar; MULO untuk sekolah Menengah Pertama; AMS untuk Sekolah Menengah Umum; Kweekschool untuk Sekolah Dasar Guru Rendah dan HIK untuk Sekolah Guru Atas. Bedanya hanya tambahan nama Muhammadiyah di belakangnya. Di sekolah-sekolah tersebut diajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum, bahasa Belanda, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab sebagai alat untuk menguasai ilmu pengetahuan umum dan ilmu-ilmu agama.

Intinya, bentuk pembaharuan pendidikan yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan melalui lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah mencakup sistem, metode, dan materi pendidikan,. Dalam konteks materi, misalnya, lembaga pendidikan Muhammadiyah, melaksanakan pendidikan agama di dalam sistem sekolah umum (Belanda) yang memang tidak memberikan pelajaran agama. Semangat inilah yang dilanjutkan oleh Muhammadiyah dalam menyelenggarakan pendidikan sampai saat ini.

Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Tidak mudah mencari rumusan tentang filsafat pendidikan Muhammadiyah. Karena memang belum ada rumusan yang resmi tentang itu. Namun tidak berarti, Muhammadiyah tidak memiliki filsafat pendidikan, karena tidak mungkin penyelenggaraan pendidikan selama ini tanpa ada landasan filsafatnya. Apabila filsafat diartikan sebagai the love of wisdom, upaya mencari yang sejati dari segala sesuatu secara mendalam dan komprehensif pula dengan penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah yang ditentukan oleh filsafat pendidikan yang dianutnya. Filsafat pendidikan Muhammadiyah berfungsi sebagai landasan, pedoman dan arah bagi penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah.

Filsafat pendidikan Muhammadiyah adalah identik dengan filsafat pendidikan Islam, yang dirumuskan oleh para pemikir Muhammadiyah secara cerdas dan kreatif dari al-Qur'an. Filsafat Islam didasarkan atas pemahaman tentang siapa manusia itu sebenarnya. Berdasarkan al-Qur'an dan hadits diketahui bahwa manusia tersusun dari dua unsur materi (Q.S. Al-Mu’minun : 12-16), yaitu roh yang mempunyai dua daya, daya rasa di dada dan daya fakir di kepala. Daya rasa yang jika diasuh baik mempertajak hati nurani dan daya fakir yang jika dilatih mempertajam penalaran.

Secara umum filsafat pendidikan dimaksud adalah punya keniscayaan ruhani untuk mampu mengintegrasikan antara tuntutan otak dan tututan hati. Dalam al-Qur'an terdapat isyarat demikian, pendidikan yang mampu menyatakan fikr dan dzikr ujungnya akan menampilkan kelompok ulul albab (Q.S. Ali Imran : 190-191). Istilah lain dalam al-Qur'an yang hampir serupa dengan ulul albab adalah ilu nuha (Q.S. Thaha : 54 & 123), punya pengertian, pikiran dan kecerdasan, dan ulu al-abshar (Q.S. Ali Imran : 13, An-Nur: 44, dan Al-Shad: 45) punya visi, disebutkan, “seluruh pusat dan jenjang pendidikan Muhammadiyah haruslah diarahkan kepada pembentukan sosok ulul –al-albab, ulu al-nuha, dan ulu al-abshar, disamping sosok umat al’amal”.

Sepanjang sejarah Muhammadiyah yang sempat berjalan, ternyata lebih menonjol sebagai umat al’amal. Semestinya Muhammadiyah harus mengerahkan ke arah dua visi di atas. Sudah tentu yang mungkin diraih melalui proses pendidikan yang terarah itu adalah kualitas-kualitas pribadi yang bervariasi, sesuatu yang snagat lumrah, alami dan saling memperkaya. Bila ini terwujud, maka kearifan (alhikmah, wisdom) akan mewarnai kembali kehidupan kolektif kehidupan manusia. Sebab menurut al-Qur'an, kelompok ulul al albab, adalah kelompok yang sarat dengan kebijakan dan kearifan (Q.S. Al-Baqarah : 20). Suatu kualitas ideal yang bisa menjadi landasan ke arah mana langkah dan gerak ditargetkan, jika memang ajaran Islam mau ditawarkan sebagai antitesis terhadap peradaban Barat yang sekuler dan ateistik.

Dimensi penting lainnya yang harus menjadi muatan filsafat pendidikan Muhammadiyah ialah mempertegas hubungan segitima antara manusia dengan tuhan, antara manusia dengan alam semesta, dan antara manusia dengan masyarakat. dalam berbagai dokumen resmi Muhammadiyah sejak tahun 1968, dimensi-dimensi itu telah disinggung, akan tetapi masih belum merupakan suatu konstrksi berfikir utuh yang sepenuhnya berangkat dari pemahaman kita terhadap sumber ajaran Islam: al-Qur'an dan sunnah yang shahihah.

Identitas Pendidikan Muhammadiyah
Identitas utama pendidikan Muhammadiyah adalah Islam, yang besumber pada al-Qur'an dan sunnah Rasul. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya manusia muslim yang beriman, bertaqwa, beakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berdisiplin, bertanggung jawab, cinta tanah air, memajukan dan memperkebangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, dan beramal menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Oleh sebab itu sekolah yang dikembangkan sejak awal berdirinya dapat diidentifikasi pada suasana yang Islami. Suasana Islam tersebut dapat ditunjukkan dengan berdirinya sekolah yang bersebelahan dengan masjid; penekanan pada aplikasi ilmu dalam kehidupan sehari-hari; kesatuan sekolah dengan masyarakat sekitar (commnity based school); dan suasana sekolah yang demokratis dan penuh dengan persaudaraan. Kebiasaan dan tradisi sikap dan perilaku di kalangan sekolah Muhammadiyah tersebut telah diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga menjadi semacam kultur sekolah bercorak Muhammadiyah, seperti tercermin dalam semboyan: siapa menanam mengetam, ulama intelek, intelek ulama; amal ilmiah, ilmu amaliah, dan sebagainya.

Harapannya adalah agar sekolah Muhammadiyah mencerminkan pendidikan Islam sebagai yang dicita-citakan yaitu melaksanakan semua komponen pendidikan Islam yang mantap dan terpadu. Guru dan anak didik menghayati dan mengamalkan cara hidup, cara bergaul, cara belajar dan sebagainya sesuai dengan Islam, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Yang membedakan sekolah Muhammadiyah dengan sekolah yang bukan Muhammadiyah ialah bahwa sekolah Muhammadiyah melaksanakan pendidikan agama Islam yang luas dan mendalam meliputi: tauhid, ibadah, akhlak, muamalah dan ilmu pembantu lainnya dalam pendidikan Islam serta ke-Muhammadiyahan. Istilah yang lazim digunakan di sekolahsekolah maupun Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah ISMUBA dan AIK. Inilah materi keislaman yang diajarkan di setiap tingkatan lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Pokok Pendidikan Muhammadiyah
1. Kemasyarakatan, sebagai dasar pendidikan menetapkan sekolah di tengah-tengah kehidupan, sehingga timbullah situasi pengaruh mempengaruhi di antara sekolah dan masyarakat. di antara individu dan masyarakat hendaklah diceritakan suasana saling perlu memerlukan. Walaupun yang dididik adalah individu, yang dituju adalah keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan, di mana setiap individu terjamin adanya kesempatan penuh untuk mengembangkan semua bakatnya.

2. Tajdid, yang dimaksud adalah keadaan jiwa untuk berdasarkan hasil-hasil pemikiran baru merubah cara berfikir dan cara berbuat yang sudah dibiasakan. Pada dasarnya tajdid adalah merupakan penghargaan penuh pada daya fikir manusia sebagai suatu nikmat Allah yang amat berharga. Sifat tajdid terbukti dari kecenderungan penuh pada daya pemilih jalan eksperimen dan riset di samping jalan diskusi, semata-mata dalam mendekati kebenaran.
3. Aktifitas, sudah lama menjadi semboyan Muhammadiyah sebagai suatu gerakan, yang menganjurkan supaya lebih banyak bekerja dari pada berbicara. Dasar aktifitas menghendaki, supaya anak didik dari bermula dan dari segala lapangan dibiasakan mengamalkan dari semua yang mereka ketahui dan menjadikan pula aktifitas sendiri sebagai suatu cara yang penting. Untuk memperoleh pula aktifitas sendiri sebagai suatu cara yang penting. Untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang baru.
4. Kreatifitas, dapat diartikan sebagai kecakapan atau keterampilan menentukan sikap yang sesuai dan menetapkan alat-alat yang tepat dalam menghadapi situasi-situasi baru. Daya kreatifitas yang dihadapi oleh imam yang kuat mempunyai kesanggupan yang nyata dalam menghadapi modernisasi, yang kadang-kadang ada segi-segi yang ada unsur-unsurnya yang tidak sepenuhnya sesusai dengan ajaran dan kepentingan Islam dalam menentukan kebijaksanaan pendidikan harus diperhitungkan, bahwa modernisasi dimaksud merupakan tantangan yang paling besar bagi umat Islam di zaman sekarang dan yang akan datang.
5. Optimisme, dalam pendidikan ialah keyakinan, bahwa ridla Allah pendidikan dapat membawa kepada hasil-hasil yang dicita-citakan. Oleh karena dirla Allah pendidikan dapat membawa kemaslahatan dan mutlak diperlukan, usaha-usaha pendidikan harus dilakukan sungguh-sungguh dengan keahlian yang penuh tanggung jawab serta dengan menjauhkan segala sesuatu yang menyimpangdari jalan lurus yang telah digariskan Allah.

Klasifikasi Sekolah Muhammadiyah
Adapun jenis dan jenjang pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah saat ini adalah: pendidikan pra sekolah (TK Taman Kanak-kanak al-Qur'an, Penitipan Anak, dan Kelompok Bermain); Pendidikan Dasar (SD, SDLB, MI, SLTP, SLTPB, dan MTs); Pendidikan Menengah (SMU, SMK, MA, SMLB); Pendidikan Khusus (Madrasah Mu’allimin/at, Madrasah Diniyah, Madrasah Muballighin/at, Pondok Pesantren), Sekolah Kejuruan Khusus; dan Pendidikan Tinggi (Univesitas, Institut, Sekolah Tinggi dan Akademi-Akademi).

Pendidikan Pra-Sekolah dibina oleh Aisyiyah, sebuah Organisasi Otonom kewanitaan (kaum ibu-ibu) Muhammadiyah; Pendidikan Dasar dan Menengah dibina oleh Majlis Dikdasmen; dan Pendidikan Tinggi dibina oleh Majlis Pendidikan Tinggi (Dikti) Muhammadiyah. Data mengenai jumlah sekolah, madrasah dan pondok pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia adalah 8.760 (delapan ribu tujuh ratus enam puluh) buah, dengan rincian 3.980 buah tingkat pendidikan pra sekolah; 3.728 buah tingkat pendidikan dasar, 1052 buah tingkat pendidikan menengah. Untuk pendidikan tinggi, Muhammadiyah mempunyak tidak kurang dari 250 buah, yang tesebar di berbagai propinsi di Indonesia.

Kendatipun Muhammadiyah telah berkiprah lama dalam bidang pendidikan, namun di kalangan masyarakat, masih terdapat keluhan bahwa pendidikan Muhammadiyah sekarang belum sepenuhnya terorientasikan pada nilai-nilai dasar keislaman dengan semangat tajdid dan belum sepenuhnya konsisten dengan khittah perjuangan dan kepribadian Muhammadiyah. Hal ini sebagainnya disebabkan oleh sistem recruit guru/dosen yang belum konsisten dengan turan yang ada; banyaknya guru/dosen honorer yang belum memahami visi dan misi pendidikan Muhammadiyah; terbatasnya jam pelajaran/perkuliahan untuk materi keislaman; dan terbatasnya dana untuk memenuhi berbagai sarana yang diperlukan, akibat satu gedung sekolah digunakan untuk berbagai jenjang pendidikan yang berbeda sehingga terasa menyesakkan.

Falsafah Kehidupan Islam Warga Muhammadiyah
Hidup manusia adalah bermasyarakat
Hidup bermasyarakat bagi manusia dalam pandangan Islam merupakan sunnatullah, atau dalam istilahumum disebut sebagai keniscayaan, sebagaimana yang ditegaskan dalam surat al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات : 13)

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Prinsip-prinsip hidup bersmayarakat banyak diuraikan dalam al-Qur'an, antara lain dalam surat al-Anfal ayat 72, surat al-Hasyr ayat 9, surat Ali Imran ayat 103, surat al-Hujurat ayat 10, surat al-Maidah ayat 10 dan sebagainya.

Keniscayaan manusia selaku makhluk bermasyarakat disepakati oleh semua disiplin ilmu pengetahuan. Dalam tinjauan filosofis manusia disoroti dari berbagai segi hakikatnya. Dilihat dari hakikat kedudukannya ia adalah makhluk Tuhan (Homo Divinan) sekaligus sebagai makhluk mandiri, yang memiliki kebebasan kehendak (free will) dan kebebasan memilih Ifrees choice). Sedangkan ditilik dari hakikat sifatnya, manusia adalah makhluk pribadi (Homo individualicum) sekaligus sebagai makhluk sosial (omo socius). Yang oleh aristoteles dinamai zoon politikon. Heidegger, seorang filosof aliran Eksistensialisme menggambarkan jati diri manusia selaku makhluk sosial dengan ungkapan ‘Sein ist Mit-sein’ eksistensi manusia adalah eksistensi bersama. Kebersamaan disebut suatu ‘eksistensi’, yakni suatu sifat yang terjalin dalam struktur eksistensi anusia. Manusia yang tunggal dan tersendiri tanpa hubungan dengan manusia-manusia lain adalah tak lengkap, bahkan tak dapat ditemui dalam kenyataan; ia selalu bertautan dengan suatu kekeluargaan, kekerabatan, kemasyarakatan. Singkatnya hakikat manusia ialah adanya dalam suatu kebersamaan (being in communion), tetgas Fuad Hassan. Sementara seorang psikolog bernama Fritx Kunkel menyoroti dorongan hidup yang paling dominan menguasai manusia adalah dorongan keakuan (ichhaftigkeit) dan dorongan kekitaan (schlichkeit), di mana kedua dorongan ini jelas merupakan penjelmaan dari dua hakikat sifat selaku makhluk individu dan makhluk sosial. Sedang Bonger, seorang Sosiolog menyatakan bahwa manusia termasuk makhluk sosial, bukan dalam arti hukum alam, menurut hukum mana ia atas dasar kepentingan diri sendiri akan bersatu dan sampai akan mengadakan perjanjian-perjanjian dengan sesama manusia tetapi berdasarkan pembawaan perasaannya. Dalam ungkapan kaum sosiolog dikatakan “Man is born a sosial being”. Dari tinjauan seperti di atas telah memberikan gambaran yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa hidup bermasyarakat bagi manusia benar-benar merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dapat dihindari oleh siapapun selama manusia itu ingin tetap menjalani kehidupan secara manusiawi.

Islam berpendirian bahwa bersatunya manusia dalam masyarakat adalah suatu keharusan. Watak manusia tidak memungkinkan hidup terpencil. Tersusunnya masyarakat sebagai akibat kemampuan ini, keperluan manusia untuk berkelompok itu sesungguhnya bernilai ganda. Di satu pihak, keinginan untuk dominasi dan agresi yang merupakan watak bawaan dalam manusia dapat mendorongnya kepada tindakan tanpa pikiran dan merusak. Otoritas dan kekuasaan yang memaksa adalah satu-satunya sarana yang dapat mengatasi rasa dengki, kesombongan, kecurigaan dan keangkuhan pribadi. Di lain pihak, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk memuaskan segala kebutuhan pribadinya. Kerjasama dan tolong menolong menjadi keharusan bagi manusia jika ia tidak mau musnah.

Islam mengakui manusia sebagai makhluk yang mandiri dan berpribadi dan menyandang berbagai ragam hak asasi yang tidak boleh disentuh oleh siapapun juga. Sekalipun demikian ia tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam kehidupan bersama. Bahkan dengan mempelajari sifat dan susunan hidup yang disandang manusia, maka bagaimanapun juga tinggi martabat dan nilai pribadi seseorang akan tetapi ia tidak akan mempunyai arti dan nilai yang berarti bilamana sifat kehidupannya hanya smata-mata berguna bagi dirinya sendiri, hidupnya sangat egoistik, tidak menaruh kepedulian terhadap orang lain. Nilai dan martabat seseorang yang benar-benar hakiki justru akan dicentukan oleh ukuran seberapa jauh ia memberikan sumbangsih, kepedulian dan pengorbanan bagi kepentingan bersama dalam upaya membangun dan membina kelestarian hidup bersama di atas prinsip saling tolong menolong dalam kebajikan dan saling hormat menghormati pada sesama.

1. Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan
a. Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi yang tekandung di dalamnya merupakan ciptaan dan anugrah Allah yang harus diolah/dimakmurkan, diperlihara, dan tidak boleh dirusak.
b. Setiap Muslim khususnya warga Muhammadiyah berkewajiban untuk melakukan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya sehingga terpelihara proses ekologis yang menjadi penyangga kelangsungan hidup, terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan berbagai tipe ekosistemnya dan terkendali cara-cara pengelolaan sumber daya alam sehingga terpelihara kelangsungan dan kelestariannya demi keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan sistem kehidupan di alam raya ini.
c. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah dilarang melakukan usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan alam termasuk kehidupan hayati seperti binatang, pepohonan, maupun lingkungan fisik dan biotik termasuk air laut, udara, sungai, dan sebagainya yang menyebabkan kehilangan keseimbangan ekosistem dan timbulnya bencana dalam kehidupan.
d. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat, dan indah lingkungan disertai kebersihan fisik dan jasmani yang menunjukkan keimanan dan kesalihan.
e. Melakukan tindakan-tindakan amar makruf dan nahi munkar dalam menghadapi kezaliman, keserakahan, dan rekayasa serta kebijakan-kebijakan yang mengarah, mempengaruhi, dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan tereskploitasinya sumber-sumber daya alam yang menimbulkan kehancuran, kerusakan, dan ketidakadilan dalam kehidupan.
f. Melakukan kerja sama-kerja sama dan aksi-aksi praksis dengan berbagai pihak baik perseorangan maupun kolektif untuk terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan keselamatan lingkungan hidup serta terhindarnya kerusakan-kerusakan lingkungan hidup sebagai wujud dari sikap pengabdian dan kekhalifahan dalam mengemban misi kehidupan di muka bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

2. Kehidupan dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
a. Setiap warga Muhammadiyah wajib untuk menguasai dan memiliki keunggulan dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana kehidupan yang penting untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat ilmuwan, yaitu: kritis, terbuka menerima kebenaran dari manapun datangnya, serta senantiasa menggunakan daya nalar.
c. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian tidak terpisahkan dengan iman dan amal shalih yang menunjukkan derajat kaum muslimin, dan membentuk pribadi ulil albab.
d. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada masyarakat, memberikan peringatan, memanfaatkan untuk kemaslahatan dan mencerahkan kehidupan sebagai wujud ibadah, jihad dan dakwah.
e. Menggairahkan dan menggembirakan gerakan mencari ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi baik melalui pendidikan maupun kegiatan-kegiatan di lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai sarana penting untuk membangun peradaban Islam. dalam kegiatan ini termasuk menyemarakkan tradisi membaca di seluruh lingkungan warga Muhammadiyah.

3. Kehidupan dalam Seni dan Budaya
a. Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, Islam bahkan menyalurkan, mengatur, dan mengarahkan fitrah manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia sebagai makhluk Allah.
b. Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa dan ajaran Islam.
c. Berdasakran keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba’id ‘anillah (terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut.
d. Seni rupa yang objeknya makhluk bernyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa isyan (kedurhakaan) dan kemusyrikan.
e. Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra, dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta menjadi terlarang manakala seni tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama dalam ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual maupun visual.
f. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
g. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan muslim.

Tuntutan Pelaksanaan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memimpin pelaksanaan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ini dengan mengerahkan segala potensi, usaha, dan kewenangan yang dimilikinya sehingga program ini dapat berhasil mencapai tujuannya. Karenanya, berikut ini disusun langkah-langkah pokok sebagai Tuntutan Pelaksanaan dalam mewujudkan konsep Pedoman Hidup Islami dalam Muhammadiyah.
1. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah mengikat seluruh warga, pimpinan, dan lembaga yang berada di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai program khusus yang harus dilaksanakan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kebaikan hidup bersama dan tegaknya masyarakat Utama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin.
2. Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting di bawah kepemimpinan Pusat Muhammadiyah bertanggung jawab di setiap daerah masing-masing untuk melaksanakan, mengelola, dan mengevaluasi pelaksanaan program khusus Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
3. Pelaksanaan penerapan/operasionalisasi Pedoman Hidp Islami Warga Muhammadiyah di setiap tingkatan hendaknya melibatkan semua Majlis, Lembaga, Badan dan Organisasi Otonom dalam satu koordinasi pelaksanaan oleh Pimpinan Persyarikatan yang terpadu dan efektif serta efisien menuju keberhasilan mencapai tujuan.

Penutup
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah akan terlaksana dan dapat mencapai keberhasilan jika benar-benar menjadi tekad dan kesungguhan sepenuh hati segenap warga dan Pimpinan Muhammadiyah dengan menggunakan seluruh ikhtiar yang optimal yang didukung oleh berbagai faktor yang positif menuju tujuannya.
Dengan senantiasa memohon pertolongan dan kekuatan dari Allah Subhanau wa ta’ala Insya Allah Muhammadiyah dapat melaksanakan program khusus yang mulia ini sebagai wujud ibadah kepada-Nya demi tegaknya baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur. Nashrun min Allah wa Fathun Qariib.


DAFTAR PUSTAKA

Sahlan Rosidi, Kemuhammadiyahan Untuk Perguruan Tinggi, Penerbit Mutiara, Solo, 1984, hal. 4
Zamroni, “Mengembangkan Kultur Sekolah Islami”. Dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, Majlis Dikdasmen PP. Muhammadiyah, Jakarta, 2000, hal. 71
M. Basit Wahid, “Sistem Pendidikan dalam Prsoes Perubahan Sosial Atas Dasar Tajdid Fil Islam”. Dalam M. Amin Rais (Editor), Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial, PLP2M, Yogyakarta, 1985, hal. 15
Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan Filosofis”. Dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, Majlis Dikdasmen PP. Muhammadiyah, Jakarta, 2000, hal. 71
Zamroni, “Mengembangkan Kultur Sekolah Islami”. Dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, Majlis Dikdasmen PP. Muhammadiyah, Jakarta, 2000, hal. 72
Jamaluddin Kantao, “Muhammadiyah dan Pendidikan” Dalam, Muhammadiyah Sejarah Pemikiran dan Amal Usaha, Pusat Dokumentasi dan Publikasi UMM, 1990, hal. 154
Sahlan Rosidi, Op. Cit., hal. 70-71

Kesehatan Mental "Ilmu Psikologi/Materi BK Pendidikan"

BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi sekolah pada masa sekarang banyak yang tidak memenuhi
persyaratan, sehingga menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan batin dan macammacam
konflik pada anak. Berjam-jam lamanya setiap hari anak harus melakukan
aktifitas yang tertekan. Sekolah-sekolah lebih banyak berfungsi sebagai sekolah
dengar daripada sekolah aktif.
Kurikulum yang ada pada umumnya ditunjukkan bagi tipe-tipe anak yang
superior dan anak yang mempunyai kepandaian rata-rata, belum ada pengkhususan
pada anak yang genius dan yang lemah ingatan (mental retarted). Materi sekolah dan
kurikulum sering kali tidak sesuai atau tidak mencukupi kebutuhan si anak bagi
proses belajarnya. Materi tersebut bersifat dangkal dan tidak menarik minat anak.
Bangunan sekolah banyak yang tidak memenuhi persyaratan, tanapa halaman
bermain yang cukup luas. Waktu istirahat tidak cukup bagi anak.
Ada banyak guru yang kurang simpatik dan kurang memiliki dedikasi pada
profesinya. Bahkan tidak sedikit guru yang mengkomersialisasikan /
memperdagangkan jabatannya pada zaman modern sekarang ini.
Iklim yang korup ada juga melanda dunia pendidikan. Ini dibuktikan dengan
gejala antara lain :
Guru sering datang tidak teratur
Lebih banyak mengobyek di luar sekolah
Adanya guru yang sering absen Sehingga murid-murid sering tinggal di kelas resah dan kacau atau kemana-mana
tanpa alasan
Sikap guru bayak yang masa bodoh
Asal sudah mengoperkan bahan pelajaran
Tidak menghiraukan pribadi anak didiknya.
Semua faktor itu menyebabkan anak-anak tidak / kurang menyukai gurunya,
dan tidak suka tinggal di sekolah. Mereka merasa sangat terpaksa tinggal di dalam
kelas, karena takut terhadap kemarahan orang tua. Mereka lebih suka membolos dan
menjadi pemuda jalanan, bebas berkeliaran bagaikan burung di awan-awan. Anakanak menjadi jemu di kelas, sering menjadi kecewa dan mengalami banyak frustasi.
Di satu pihak harus patuh pada ayah bunda dengan jalan bersekolah secara teratur.
Akan tetapi di pihak lain mereka harus patuh pada ayah bunda dengan jalan sekolah
teratur dan dengan disiplin tinggi. Akan tetapi di pihak lain mereka tidak menemukan
kegairahan tinggal dalam kelas. Sehingga mereka mengalami banyak konflik-konflik
batin. Baru timbullah bermacam-macam emosional, ganguan intelektual dan
gangguan mental.



EVALUASI PENGEMBANGAN KURIKULUM

EVALUASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pada dasarnya kurikulum ditentukan oleh guru (tenaga kependidikan). Guru turut serta menyusun kurikulum, duduk dalam suatu panitia pengembang kurikulum atau memberikan masukan kepada panitia pengembang kurikulum. Prosedur apapun yang ditempuh dalam pengembangan kurikulum, guru tetap memgang peranan penting, karena guru merupakan unsure penting yang menentukan berhasil atau gagalnya pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan (sekolah). Guru terlibat langsung secara aktif dalam pelaksanaan kurikulum bersama para siswa. Guru yang menentukan topic pengajaran, bahan-bahan yang diajarkan, metode yang digunakan, alat yang dipilh dan dipergunakan, serta mengevaluasi hasil pelaksanaan kurikulum.

EVALUASI PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. PENGERTIAN EVALUASI
Secara etimologis kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Witherington secara singkat merumuskan bahwa “An evolution is declaration that something has or does not have value (Administrasi Pendidikan, 1977.10:22). Berdasarkan kutipan itu maka jelaslah bahwa mengevaluasi berarti emberi nilai, menetapkan apakah sesuatu bernilai atau tidak bernilai.

Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes.

Ada 3 istilah yang hampir sama pengertiannya dengan svaluasi, sama berarti menilai, yaitu tes, measurement (pengukuran), dan evaluasi. Tes/ testing artinya yang umum adalah menggunakan tes. Itu dapat berupa mengetes kekuatan suatu benda. Dapat juga berarti mengetes kecerdasan seseorang. Measurement biasanya berarti penilaian yang sifatnya lebih luas daripada instrument yang digunakan dalam testing, begitu pula mengenai interpretasi hasil pengukuran. Adapun evaluasi mengandung pengertian lebih luas daripada istilah measurement. Evaluasi menggunakan instrument yang lebih banyak daripada measurement, menggunakan data kuantitatif dan kualitatif, memerlukan waktu yang lebih panjang dalam pelaksanaannya.

Secara umum evaluasi dapat membantu memperhitungkan potensi murid dalam belajar. Evaluasi dapat memberikan informasi paling akurat mengenai kemampuan akademik siswa. Evaluasi dapat juga menunjukkan bagaimana murid tumbuh, karena itu evaluasi dapat meningkatkan efektivitas pengajaran., dengan evaluasi kita dapat melokalisasi kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar. Evaluasi dapat pula dijadikan bahan dalam membimbing kecerdasan murid dalam memilih bidang keilmuan atau bidang pekerjaan. Pada umumnya evaluasi berguna dalam menentukan kedudukan dan kemajuan siswa. (Braron, 1985:6).

Di sekolah evaluasi terutama digunakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan pengajaran dapat dicapai, bahkan berguna pula untuk menjernihkan hipotesis-hipotesis tentang kurikulum yang digunakan, juga bagi kegiatan bimbingan dan penyuluhan. (Ausubel, 1969: 573-576).

Mungkin saja guru diberi kesempatan untuk turut serta melakukan evaluasi secara kontinu dan melakukan usaha perbaikan/reorganisasi terhadap kurikulum sekolah. Dikatakan mungkin, oleh sebab sampai sekarag kurikulum sekolah telah ditetapkan oleh pemerintah pusat (Departemen Pendidikan Nasional), hanya sekolah-sekolah swasta dapat melakukan penyusunan atau penyempurnaan kurikulumnya berdasarkan usaha penyesuaian yang berpedoman pada kurikulum yang telah ditetapkan.

Jika guru diberikan kesempatan turut serta maka prinsip-prinsip di bawah ini dapat dijadikan petunujk yang berguna.
1. Perbaikan kurikulum bergantung pada pertumbuhan guru.
2. Perubahan-perubahan di dalam kurikulum berdasarkan atas penelitian perencanaan dan organisasi.
3. Apabila suatu evaluasi kurikulum menunjukkan bahwa perubaha-perubahan tertentu terhadap kurikulum akan dilakukan maka perlu disusun suatu program revisi kurikulum.
4. Sekolah menjadi pusat perencanaan
5. Orang-orang yang mengerti dan mengetahui tentang siswa-siswa harus diikutsertkan dalam perencanaan kurikulum.
6. Para administrator, guru-guru, orang tua, orang luar dan siswa-siswa hendaknya diikutsertakan dalam perencanaan kurikulum.

Pelaksanaan evaluasi, revisi dan perbaikan kurikulum perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut
1. Perencanaan evaluasi, revisi dan perbaikan disusun berdasarkan kebutuhan yang mendesak sifatnya, misalnya terjadi perubahan-perubahan fundamental dalam masyarakat.
2. Semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan sebaiknya turut berperan serta dalam organisasi pengembangan kurikulum.
3. Pola organisasinya adalah dengan cara mengundang seorang ahli di bidang pengembangan kurikulum atau dengan cara membentuk suatu badan khusus pengembang kurikulum (dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan tertentu).
4. pembentukkan suatu panitia kerja yang bertugas melakukan penelitian, penilaian, koordinasi dan meyiapkan bahan-bahan gun perbaikan kurikulum.
5. Kurikulum yang baru hasil perbaikan supaya diperkenalkan/ dijelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar mereka memahaminya dan dapat melaksanakannya sebgaimana mestinya.

Evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu system pengajaran. Rumusan itu mempunyai 3 implikasi, yaitu sebagai berikut:

1. Evaluasi adalah suatu proses yang terus menerus, bukan hanya pada akhir pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pengajaran sampai dengan beerakhirnya pengajaran.
2. Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran.
3. Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guan membuat keputusan.
Dengan demikian, evaluasi merupakan proses yang berkenaan dengan pengumpulan informasi yang memungkinkan kita menentukan tingkat kemajuan pengajaran dan bagaimana berbuat baik pada waktu-waktu mendatang.

B. FUNGSI DAN TUJUAN EVALUASI
Evaluasi pada umumnya mengandung fungsi dan tujuan sebagai berikut:
1. untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar para siswa.
2. untuk menempatkan para siswa ke dalam situasi belajar-mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai karakteristik yang dimiliki oleh setiap siswa.
3. Untuk mengenal latar belakang siswa (psikologis, pisik, dan lingkungan), yang berguna, baik dalam hubungan dengan fungsi kedua maupun untuk menentukan sebab-sebab kesulitan belajar para siswa.
4. Sebagai umpan balik bagi guru yang pada gilirannya dapat digunkan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan program remedia bagi para siswa.
Fungsi pertama umumnya banyak mendapat perhatian dalam pelaksanaan pengajaran sehari-hari. Padahal fungsi-fungsi lainnya tidak kalah pentingnya, bahkan memegang peranan yang cukup menentukan terhadap keberhasilan para siswa dalam jangka waktu yang lama.

C. JENIS-JENIS EVALUASI
Sehubungan dengan fungsi-fungsi evaluasi di atas maka dapat ditentukan sejumlah jenis penilaian sebagai berikut.
1. Evaluasi Sumatif, yakni untuk menentukan angka kemajuan hasil belajar para siswa.
2. Evaluasi Penempatan, yaitu menempatkan para siswa dalam situasi belajar mengajar yang serasi.
3. Evaluasi Diagnostik, yaitu untuk membantu para siswa mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang mereka hadapi.
4. Penalaian Formatif yang berfungsi untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

• Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Bumi Aksara, Jakarta, 2005).
• Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Bumi Aksara, Jakarta, 2005).
• Ahmad tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (PT Remaja Rosdakarya-Bandung, 2007).
• Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Senin, 22 September 2008

TEMUKAN MAKALAH/ARTIKEL YANG ANDA CARI DI SINI:
Custom Search

Posting Terkini