Tampilkan postingan dengan label FILSAFAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FILSAFAT. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Oktober 2008

Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)

Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)
Pendahuluan

Ketika berbicara tentang filsafat dakwah maka akan muncul beberapa pertanyaan antara lain, apakah dakwah itu? Apakah tujuan dakwah itu? Apakah dakwah diperlukan bagi manusia? Apa akibatnya kalau dakwah itu tidak ada? Apakah hakikat tujuan dakwah, dan seterusnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu semua berpangkal pada problem ontologism, yaitu apa yang hendak diketahui atau esensi yang hendak dikaji. Dakwah juga merupakan sebuah realitas. Sebagai realitas, dakwah dapat dikaji dari sudut pandang psikologis, historis, sosiologis, politis, antropologis dan lain-lain.

Filsafat Dakwah

Sebelum membicarakan filsafat dakwah kiranya perlu di ulang kembali apa yang dimaksud dengan filsafat. Filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah. Kata falsafah ini diserap dari bahasa Yunani phylo yang berarti cinta atau suka dan Sophia yang berarti hikmat, dengan demikian phylosophia berarti “suka akan hikmat” atau kebijaksanaan. Dalam perkembangannya filsafat berarti ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari segala sesuatu secara kritis yang mendalam. Filsafat mempelajari sesuatu objek kajian yang sedalam-dalamnya sampai keakar-akarnya, bahkan sampai menemukan hakikat sesuatu.

Filsafat dakwah adalah filsafat yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan dakwah sebagai relasi dan aktualisasi imani manusia dengan agama Islam, Allah dan alam. Filsafat dakwah juga berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari secara kritis dan mendalam tentang dakwah dan respon terhadap dakwah yang dilakukan oleh para dai atau mubaligh, sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia-manusia yang baik dalam arti beriman, berakhlak mulia seperti yang diajarkan oleh islam dan pada gilirannya dapat melakukan kerja pembangunan (islah), membangun kehidupan yang damai, harmonis dan sejahtera dalam rangka mewujudkan kerahmatan Allah di dunia.

Dengan demikian filsafat dakwah akan mempelajari secara kritis dan mendalam mengapa ajaran dan nilai-nilai Islam perlu dikomunikasikan, disosialisasikan, dididikan dan diamalkan.

Jadi kerja filsafat dakwah adalah mengumpulkan pengetahuan tentang dakwah sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis, dibandingkan, dikritisi untuk menemukan hakekat dakwah tersebut. Dengan kata lain dengan mengumpulkan pengetahuan tentang dakwah itu, diharapkan dapat memberikan jawaban secara tepat tentang apa, mengapa, dan bagaimana dakwah tersebut.

Filsafat dakwah juga akan mempelajari mengapa jiwa manusia perlu dibersihkan dari pengaruh hawa nafsu yang buruk, mengapa pikiran manusia perlu dibebaskan dari hal-hal yang irrasional, mengapa kemanusiaan perlu ditumbuh-kembangkan?

Obyek formal filsafat dakwah adalah mempelajari bagaimana hakikat dakwah. Apa hubungannya antara dakwah dengan makna rahmatan lil ‘alamin, dengan fungsi kekhalifahan, dengan kemanusiaan, dengan larangan syirik, menumpuk harta kekayaan, riba dan melakukan amal kebajikan lainnya.

Walaupun pada mulanya dakwah berarti mengajak, tapi secara praktis (sosiologis dan historis), dakwah pada zaman Nabi saw ternyata dakwah bukan hanya sekedar menyeru dan mengajak. Lebih dari itu, dakwah juga melakukan upaya-upaya secara Islami, manusiawi namun efektif dalam rangka membentuk akhlak manusia. Sehingga di jazirah Arab dapat diciptakan kehidupan yang manusiawi, damai-harmonis, serasi dalam lingkungan yang kondusif dan melegakan.

Obyek material filsafat dakwah adalah manusia yang menjadi subyek (da’i) dan obyek (mad’u) dalam proses dakwah, Islam sebagai pesan dakwah dan lingkungan di mana manusia akan mengamalkan dan menerapkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta Allah yang menurunkan Islam dam memberikan takdirnya, yang menyebabkan terjadinya perubahan keyakinan, sikap dan tindakan.

Karena dakwah merupakan proses interaktif antara manusia, agama Islam, Allah dan lingkungan, maka ruang lingkup kajian filsafat dakwah sangat luas, yaitu seluas pemahaman dan wilayah aktifitas keimanan, keislaman dan keihsanan manusia dalam lingkungannya.

Tujuan dakwah adalah mempertemukan fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi orang baik. Menjadikan orang baik berarti menyelamatkan orang itu dari kesesatan, dari kebodohan, dari kemiskinan dan dari keterbelakangan. Oleh karena itu sebenarnya dakwah bukan berarti kegiatan mencari atau menambah pengikut, tapi kegiatan yang mempertemukan fitrah manusia dengan isalam atau menyadarkan orang yang didakwahi tentang perlunya bertauhid dan berperilaku baik.

Penutup

Secara ringkas ruang lingkup filsafat dakwah paling tidak meliputi empat hal yang selalu punya kaitan erat. Yaitu:
 Manusia sebagai pelaku (subyek) dakwah dan manusia sebagai penerima (obyek) dakwah.
 Agama Islam sebagai pesan atau materi yang harus disampaikan, diimani serta diwujudkan dalam realitas (diamalkan) di masyarakat.
 Allah yang menciptakan manusia dan alam, sebagai Rab yang memelihara alam dan menurunkan agama Islam serta menentukan terjadinya proses dakwah. Dan
 Lingkungan, yaitu alam (bumi dan sekitarnya) tempat terjadinya proses dakwah.


----------

Daftar Pustaka

1. Yuyun Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakartra: Yayasan Obor Indonesia dan Leknas LIPI, 1982), h. 5-10
2. Muhammad Quthub, Islam Agama Pembebas, penerj. Fungky Kusnaedi Timur, (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2001).

------------

Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)Filsafat Dakwah (Makalah Ilmu Dakwah)

Sabtu, 27 September 2008

Pengantar Filsafat Islam

Pengantar Filsafat Islam
Pertemuan I Pengertian filsafat Islam

- Filsafat secara Bahasa : Yunani, Philosophia, philein (mencintai) dan sophia (kebijaksanaan). Philosophia berarti cinta kebijaksanaan.
- Istilah : Hasil kerja bepikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan universal. Atau juga, usaha akal untuk mengetahui yang sebenarnya tentang realistas
Cara berpikir : Spekulatif, Sistematis, Radikal, Universal
- Pengertian Islam : ajaran yang disampaikan oleh Allah melalui Nabi Muhammad sebagai Rasulnya dengan wahyu untuk disampaikan kepada umat manusia.
- Filsafat Islam adalah hasil pemikiran filsuf tentang ke-Tuhanan, kenabian, manusia, dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu pemikiran yang logis dan sistematis.
- Menurut Ahmad Fu'ad al-Ahwani, filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam

Ruang Lingkup Pembahasan :
Asal-usul dan hakekat realitas, Tuhan, alam, dan manusia, Penafsiran agama dan filsafat, Wahyu dan kenabian, Kehidupan setelah mati.

Sejarah Singkat Timbulnya

Pada masa permulaan jayanya dinasti Abbasiyah : periode dan titik yang tepat dalam suatu ekspansi pertukaran budaya seiring dengan peristiwa-peristiwa politik. Dibawah pemerintahan Harun al-Rasyid, dimulailah penterjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani kedalam bahasa Arab, termasuk buku filsafat yang diterjemahkan. Barulah setelah itu banyak filsuf-filsuf Islam dan ahli keilmuan ternama.
- Pada masa Umayyah, kerajaan muslim meliputi seluruh wilayah dimana pemikiran Yunani tersebar.
- Sebab-sebab timbulnya : Terjadinya perluasan wilayah Islam, Terjadinya akulturasi kebudayaan, Pengaruh filsafat Yunani, Ada dalam Al-Qur'an perintah untuk berfilsafat (berpikir)
- Pertumbuhan dan perkembangannya sebagai upaya membela aqidah
- Filsafat Islam tumbuh dan berkembang setelah didirikan lembaga pengajaran, penterjemahan, dan perpustakaan.

Pengaruh Filsafat Islam terhadap berbagai bidang studi ke-Islaman

Perbedaan antara filsafat Yunani dengan Filsafat Islam terletak pada cara berpikirnya, yakni filsafat Yunani benar-benar murni berdasarkan rasio, sedangkan filsafat Islam berpikir sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur'an. Filsafat umum itu adalah akal, sedangkan filsafat Islam itu adalah wahyu.

a. Pengaruhnya terhadap Tasawuf
- Tasawuf adalah suatu ilmu yang mempelajari cara dan bagaimana seorang muslim berada sedekat mungkin dengan Allah.
- Objek tasawuf ialah bagaimana mengenal Allah, baik dengan jalan ibadah maupun melalui ilham dan intuisi.
- Objek filsafat adalah membahas segala sesuatu yang ada, baik fisika maupun metafisika yang dikaji dengan mempergunakan argumentasi akal dan logika.

b. Pengaruhnya terhadap Ilmu Kalam (teologi)
- Timbulnya ilmu tauhid, yaitu pembahasan problema ilmu kalam dengan menekankan penggunaan semantic (logika) Aristoteles sebagai metode.
- Filsafat Islam mengandalkan akal sehat dalam mengkaji objeknya (Allah), alam, dan manusia tanpa terikat dengan pendapat yang ada (pemikiran-pemikiran yang sama sifatnya, hanya berfungsi sebatas masukan dan relatif).
- Nash – nash agama hanya sebagai bukti untuk membenarkan hasil temuan akal,
- Ilmu kalam mengambil dalih akidah sebagai tertera dalam wahyu yang mutlak kebenarannya, untuk mengkaji objeknya (Allah) dan sifat-sifatnya. Serta hubungan Allah dengan alam dan manusia sebagai tertuang dalam kitab suci menjadikan filsafat sebagai alat untuk membenarkan nash agama.
- Filsafat Islam mengawali pembuktiannya dengan argumentasi akal, barulah pembenarannya diberikan wahyu.
- Sementara ilmu kalam mencari wahyu, barulah kemudian didukung oleh argumentasi akal.
- Filsafat dan Kalam mempunyai objek dan metode ilmu yang berbeda, tapi saling melengkapi dalam memahami Islam dan pembentukan akidah muslim.

c. Pengaruhnya terhadap Ilmu Fiqh
- Penggunaan ijtihad untuk memberikan hokum tertentu yang tidak ada nashnya. Yakni mempersamakan pemikiran dan memeprtimbangkan akal yang dinilai baik bagi kehidupan masyarakat.
- Pentingnya bentuk pemikiran filsafat mengenai Islam, yang dipandang perlu untuk menetapkan cabang-cabang dan bagian-bagian hokum berdasarkan kaidah umum tanpa melupakan segi fiqh.

A. Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani
Pemikiran Yunani dapat dibagi kepada dua zaman :
1. Zaman Yunani atau Helenis, zaman ini ditandai dengan munculnya pemikir-pemikira Yunani dari abad VI SM sampai akhir abad IV SM.
2. Zaman Helenists-Romawi, yakni zaman setelah Aristoteles (w. 322 SM)

AL-KINDI
Al-Kindi lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia dikenal sebagai filsuf muslim keturunan Arab yang pertama. Al-kindi hidup semasa pemerintahan Daulah Abbasiyah, Ia di percaya mengajar di lembaga bait al-Hikmah. Ia dikenal berjasa dalam gerakan penterjemahan dan seorang pelopor yang memperkenalkan tulisan-tulisan Yunani, Suriah, dan India.

Beliau tidak hanya dikenal sebagi seorang filsuf, tetapi juga ilmuan yang menguasai berbagai cabang pengetahuan, seperti matematika, geometri, astronomi, ilmu hitung, farmakologi, ilmu jiwa, optika, politik, musik dan sebagainya.

Karya-karyanya tidak hanya dalam bidang filsuf, tetapi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah.

Filsafatnya

a. Talfiq
Al-Kindi berusaha mentalfiq (memadukan) antara agama dan filsafat. Menurutnya, filsafat adlah pengetahuan yang benar. Dan Al-qur'an membawa argument yang meyakinkan dan tidak bertentangan dengan filsafat. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya karena keduanya sama-sama menggunakan akal sebagai alat.

Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak mendewa-dewakan akal. Baginya, tanggapan pemikiran belum dapat menjamin kebenaran sesuatu, karena itu dibutuhkan alat yang menjamin untuk kebenaran sesuatu, yaitu mura'ah al-zihni'ah anil khatha'i.

b. Metafisika
Menurutnya, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujud- Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah mahaesa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.

Tuhan adalah pencipta, Tuhan menciptakan dari tidak ada (creation ex nihilio) yang menjadikan alam dan juga mengendaikan dan mengaturya, serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi yang lain.

c. Jiwa
Jiwa adalah substansi yang tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari Tuhan. Jiwa juga bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh.

Aruh yang berasal dari Tuhan bisa mengetahui Tuhan, Ruh yang berasal dari Tuhan akan kembali kepada Tuhan. Jiwa terbagi 3, nafsu, amarah, dan akal.

Jiwa mempunyai 3 daya, yakni daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Daya berpikir ini disebut akal, ada 3 macam akal, akal potensial, akal yang telah keluar dari potensial dan menjadi akal actual, akal aktualitas.

AL-FARABI
Dikalangan orang-orang Latin abad tengah, Al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr (Abunaser). Ia lahir di Wasij, Distrik Farab, Turkistan 257 H (870 M). ia pernah belajar bahasa dan sastra, logika serta filsafat. Ia pernah diangkat menjadi seorang ulama istana dengan tunjangan hidup yang besar, tetapi ia lebih memilih zuhud. A meninggal pad bulan desember 950 M pada usia 80 tahun di Damaskus. Ia dikenal sebagai filsuf terbesar Islam. Salah satu karya yaitu Tahqiq Ghardh Aristhu fi Kitab dan masih banyak lagi.

Filsafatnya
Pemaduan Filsafat
Al-Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat yang berkembang sebelumnya, terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan plotinus, juga antara agama dan filsafat. Karena itu, ia dikenal dengan filsuf sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Bahwa sebenarnya aliran filsafat itu pada hakikatnya satu, meskipun berbeda corak dan ragamnya.

Metafisika
Mengenai masalah ketuhanan, Al-Farabi menggunakan pemikiran Aristoteles dan Neo-Platonisme, yakni al-Maujud al-Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada. Menurutnya, segala yang ada ini hanya dua kemungkinan dan tidak ada alternative yang ketiga.

Wajib wujud (Tuhan), tempat bergantung, berpikir wujud (Alam), tergantung. Tuhan adalah akal murni. Ia esa, dan yang menjadi obyek pemikirannya adalah sunstansinya saja. Jadi Tuhan adalah 'Aql, 'Aqil, dan Ma'qul (Akal, Substansi yang berpikir, dan substansi yang dipikirkan). Tuhan itu Maha Tahu.

Jiwa
Jiwa bersifat rohani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan jiwa tidak berpindah-pindah dari suatu badan ke badan yang lain. Jiwa manusia mempunyai daya-daya sebagai berikut :
1. Daya gerak (makan, memelihara, berkembang)
2. Daya mengetahui ( merasa, imaginasi)
3. Daya berpikir (Akal praktis, akal teoritis : akal potensial, akal actual, akal mustafad )

Moral
Al-Farabi menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga Negara, yakni keutamaan teoritis, keutamaan pemikiran, keutamaan akhlak, dan keutamaan amaliah.

Teori Kenabian
Menurut Al-Farabi, manusia dapat berhubungan dengan 'Aql Fa'al melalui dua cara, yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imaginasi atau intuisi (ilham). Cirri khas seorang Nabi adalah mempunyai daya imaginasi yang kuat di mana obyek inderawi dari luar tidak dapat mempengaruhinya. Filsuf tidak sejajar tingkatannya dengan Nabi, karena setiap Nabi adalah filsuf, tetapi tidak semua filsuf itu Nabi karena adanya unsure pilihan Tuhan.

IBN SINA
Dilahirkan di desa Afsyanah, dekat Bukhara, Transoxiana (Persia Utara) 370 H (980 M). Ia mempunyai ingatan dan kecerdasan yang luar biasa, banyak menguasai ilmu pengetahuan. Hadiyah al-Ra'is ila al-Amir salah satu buku karangannya yang dipersembahkan kepada Sultan Nuh Ibn Manshur.

Ibnu Sina lebih dikenal dengan Aviccena di Barat atau biasa disebut Aristoteles baru. Karyanya sudah terdapat 267 karangan.

Filsafatnya
Metafisika
Ibnu Sina juga membicarakan sifat wujudiah sebagai yang terpenting dan mempunyai kedudukan di atas segala sifat lain walaupun esensi sendiri. Esensi terdapat dalam akal, sedangkan wujud terdapat di luar akal. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi. Kombinasi esensi dan wujud; esensi yang dapat mempunyai wujud (mustahil berwujud), esensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud, esensi yang tak boleh tidak mesti mempunyai wujud.

Tuhan adalah unik, kemaujudan yang mesti, segala sesuatu selain Dia bergantung kepada diri dan keberadaan Tuhan. Kemaujudan yang satu itu hanyalah satu. Ia menganut paham emanasi

Jiwa
Beberapa argument untuk membuktikan adanya jiwa, yakni 1. Argumen psikofisif 2. argument "Aku" dan kesatuan fenomena 3. argument kontinuitas dan 4. argument manusia terbang di udara. Gerak dapat dibedakan kelpada gerak terpaksa, yaitu gerak yang didorong oleh unsure luar, dan gerak tidak terpaksa.

Ibnu Sina membagi jiw adalam 3 bagian : Jiwa tumbuh-tumbuhan (daya makan, tumbuh, dan berkembang biak), Jiwa binatang (daya gerak, menangkap (indera bersama, representasi, imajinasi, estimasi, rekoleksi), Jiwa manusia (daya praktis, dan teoritis (akal materil, intellectus in habitu, akal aktuil, akal mustafad).

Jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan.

Kenabian
Pendapatnya tentang Nabi, bertitik tolak dari tingkatan akal. Akal materil sebagai yang terendah adakalanya dianugerahkan Tuhan kepada manusia akal materil yang besar lagi kuat yang dinamakan akal intuisi yang didapat tanpa melalui latihan, dan dengan mudah berhubungan dengan akal aktif. Inilah bentuk akal tertinggi yang diperoleh manusia, yaitu bentuk akal yang ada pada Nabi-nabi.

Tasawuf
Ibnu Sina tidak memulainya dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan keduniaan. Ia memulainya dengan akalyang dibantu oleh hati. Mengenai bersatunya manusia dengan Tuhan tidak diterima oleh Ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui perantara untuk menjaga kesucian Tuhan tapi melalui akal fa'al.

AL-GHAZALI
Al-Gazali mendapat gelar Hujjah al-Islam. Ia dilahirkan di Thus, bagian dari kota Khuraan, Iran 450 H (1056 M). Karyanya diperkirakan mencapai 300 buah.

Filsafatnya
Epistimologi
Mencari kebenaran sejati, yaitu kebenaran yang diyakininya betul-betul merupakan kebenaran seperti kebenaran sepuluh lebih banyak dari tiga. Pada mulanya, Al-Ghazali beranggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang ditangkap oleh panca indera. Tetapi kemudian, meletakan kepercayaan kepada akal. Tetapi tidak dapat dipercaya sebagaimana panca indera. Tetapi kemudian, adanya sumber pengetahuan yang lebih tinggi daripada akal, ia hanya dapat menggunakan kesimpulan hipotesis (fardhi). Al-Ghazali menganggap bahwa al-dzawq (intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercaya daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya.

Menurutnya, lapangan filsafat ada 6 (matematika, logika, filsafat, politik, etika, dan metafisika). Semuanya tidak ada yang bertentangan dengan agama. Logika berisi penyelidikan tentang dalil-dalil pembuktian, sylogisme, syarat-syarat pembuktian, definisi-definisi, dsb. Ilmu fisika membicarakan tentang planet-planet, unsure-unsur tunggal.

Al-Ghazali membagi filsuf kedalam 3 golongan, yaitu : materialis (filsuf-filsuf awal spt Empedokles dan Demokritus), naturalis (kaum zindiq), dan theis (filsuf modern spt Socrates, Plato, dan Aristoteles)

Metafisika
Al-Ghazali menyatakan kekeliruan filsuf sebanyak 20 persoalan, yakni :
4. Keabadian (abadiah) alam, masa, dan gerak
5. Konsep Tuhan sebagai pencipta alam dan bahwa alam adalah produk ciptaan-Nya (metaforis)
6. Demonstrasi/pembuktian eksistensi Penciptaan alam
7. Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu dan tidak mungkin pengandaian dua wajib al-wujud
8. Penolakan akan sifat-sifat Tuhan
9. Kemustahilan konsep genus (jins) kepada Tuhan
10. Wujud Tuhan adalah wujud yang sederhana, wujud murni, tanpa kuiditas atau esensi
11. Argumen rasional bahwa Tuhan bukan Tubuh (jism)
12. Argumen rasional tentang Sebab dan Pencipta alam
13. Pengetahuan Tuhan tentang selain diri-Nya, dan Tuhan mengetahui species dan secara universal
14. Pembuktian bahwa Tuhan mengetahui dirinya sendiri
15. Langit adalah mahluk hidup da mematuhi Tuhan dengan gera perantaranya
16. Tujuan yang menggerakkan langit
17. Jiwa-jiwa langit mengetahui particular-partikular yang bermula
18. Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa-peristiwa
19. Jiwa manusia adalah substansi spiritual yang ada dengan sendirinya, tidak menempati ruang, tidak terpateri pada tubuh, dan bukan tubuh.
20. Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur, dan watak keabadiaannya membuat mustahil bagi kita membayangkan kehancurannya
Dan tiga persoalan yang dipandang dapat menyebabkan kafur :
1. Alam kekal (qadim) atau abadi dalam arti tidak berawal
2. Tuhan tidak mengetahui perincian atau hal-hal yang partilkular
3. Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani

Tuhan adalah pencipta, yakni menciptakan sesuatu dari tiada (creation ex nihilio). Inti jawabannya didasarkan atas sifat kemahakuasaan Tuhan, bahwa Tuhan mampu menciptakan segala sesuatu dari tiada. Karena itu, Ia pun membangkitkan kembali tubuh dan tulang belulang manusia yang telah hancur menjadi tanah ke dalam bentuk semula

Moral
Ada tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari akhlak, yaitu; a. mempelajari akhlak sekedar sebagi studi murni teoritis yang berusaha memahami cirri kesusilaan (moralitas), tanpa mempengaruhi perilaku orang yang mempelajarinya, b. mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan sikap dan perilaku sehari-hari, c. Karena akhlak terutama merupakan subyek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenran tentang hal-hal moral, maka dalam penyelidikan akhlak harus terdapat kritik yang terus-menerus.

Corak etika mengajarkan manusia mempunyai tujuan yang agung, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat, dan bahwa amal itu baik kalau ia menghasilkan pengaruh pada jiwa yang membuatnya menjurus ketujuan tersebut, dan dikatakan buruk kalau menghalangi jiwa mncapai tujuan itu.
Jiwa

Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang terdiri dari jiwa dan jasad. Jiwa yang menjadi iti hakikat manusia adalah mahluk spiritual rabbani yang halus. Jiwa bagi Al-Ghazali adalah suatu zat (jauhar) dan bukan suatu keadaan atau aksiden ('ardh), sehingga ia ada pada dirinya sendiri. Jasadlah yang adanya tergantung pada jiwa, dan bukan sebaliknya.
IBN THUFAIL
Di Barat lebih dikenal dengan Abubacer, dilahirkan di Guadix 506 H (1110 M), dan meninggal di Marokko 581 H (115 M). Ia adalah seorang ilmuan di berbagai bidang seperti kedokteran, kesusastraan, matematika, dan filsafat. Dalam bidang filsafat, ia mencoba menserasikan sanins dengan hikmah Timur, atau antara filsafat dengan agama. Ia merupakan penjelas dan pelanjut Ibn Bajjah dan perambah jalan Ibn Rusyd.

Ibn Thufail lebih menyukai merenung daripada menulis, hal itu membuat karya-karyanya tidak banyak ditemukan. Karya yang terkenal adalah Hayy Ibn yaqzhan. Tetapi banyak buku yang dikarang oleh murid-muridnya yang dipersembahkan untuk Ibn Thufail.

Filsafatnya
Dalam bukunya Hayy Ibn Yaqzhan, disitu tetulis pejelasan untuk menyaksikan kebenaran (al-Haqq). Ibn Thufail menyajikannya untuk membangkitkan minat atau sebagai anjuran agar manusia berseedia menempuh jalan itu. Kandungan filsafat yang dapat diambil dari risalah itu adalah :

a. Filsafat dan agama,
Filsafat dan agama adalah selaras, bahkan merupakan gambaran dari hakikat yang satu. Memaparkan bahwa akal "khusus" setelah melalui tahapan perkembangan akan dapat mengetahui obyek kebenaran tertinggi, Allah, sama dengan yang digamarkan wahyu.

b. Metafisika,
Ibn Thufail membagi sifat Allah kepada dua macam, yakni :1. Sifat yang menetapkan wujud zat Allah, seperti ilmu, kudrah, dan hikmah. Sifat-sifat ini adlaah zat-Nya sendiri. 2. Sifat-sifat yang menafikan hal kebendaan dari zat Allah, sehingga Allah Maha suci dari kaitan dan kebendaan.

Menurut Ibn Thufail alam dan Tuhan sama-sama kekal. Tetapi kekekalan itu dibedakan tidak dalam esesi tetapi dalam waktu.

c. Epistimologi,
Ibn Thufail menunjukkan dua jala untuk sampai kepada obyek pengetahuan Yang Maha Tinggi atau Tuhan. Jalan pertama ialah melalui wahyu, dan jalan kedua adalah filsafat.

Ma'rifat melalui akal ditempuh dengan jalan keterbukaan, mengamati, meneliti, mencari, mencoba, membandingkan, klasifikasi, generalisai, dan menyimulkan. Ma'rifat melalui agama terjadi lewat pemahaman wahyu dan menghayati segi batinnya dengan dzauq. Hasilnya hanya bisa dirasakan, sulit untuk dikatakan.

d. Jiwa,
konsep tentang jiwa sejalan dengan Al-Farabi, yakni adanya tiga kategori jiwa. Pertama, jiwa fadhilah (yang kekal dalam kebahagiaan karena mengenal Tuhan dan terus mengarahkan perhatian dan renungan kepada-Nya, tempatnya disurga). Kedua, jiwa fasiqah (jiw ayang kekal dalam kesengsaraan dan tempatnya di neraka, karena pada awalnya mengenal Allah kemudian melupakan-Nya dengan melakukan maksiat). Ketiga, jiwa Jahiliyyah (jiwa yang musnah karena tidak pernah mengenal Allah sama sekali, jiwa seperti ini sama dengan hewan melata).

IBN RUSYD
Di Barat dikenal dengan Averroes, dilahirkan di Cordova 520 H (1126 M) dari kelurga yang tekenal alim dalam ilmu fiquh di Spanyol-Islam. Menyelesaikan buku medis dan risalah Islam dalam tahun yang sama. Keberhasilannya menafsirkan karya-karya Aristoteles menjadikan ia terkenal dengan gelar "komentator Aristoteles".

Ibn Rusyd telah banyak menulis dalam berbagai bidang, antaralain fiqh, kedokteran, ilmu falaq, filsafat dll. Buku yang terkena adalah Averroism, yakni komentar-komentarnya terhadap Aristoteles.

Filsafatnya
Filsafatnya banyak dipengaruhi oleh Aristoteles, Aristoteles menurut pendapatnya adalah manusia istimewa dan pemikir terbesar yang telah mencapai kebenaran yang tidak mungkin bercampur kesalahan. Sebagai filsuf besar, juga memikir, membahas, dan memecahkan masalah-masalah yang pernah dipikirkan oleh filsuf-filsuf sebelumnya.

a. Metode Pembuktian Kebenaran
Sejalan denga pengajaran syari'at untuk pembuktian kebenaran konsep (tashdiq), metode yang dapat dipergunakan ada tiga macam, yaitu :
1. Metode Retorika (al-khatabiyyah), diperuntukkan bagi orang awam.
2. metode Dialektika (al-jadaliyah)
3. Metode Demonstratif (al-burhaniyyah), dikonsumsikan bagi kelompok kecil.

b. Metafisika
Dalam masalah Ketuhanan, berpendapat bahwa Allah adaah Penggerak Pertama (muharrik al-awwal). Sifat positif kepada Allah ialah "akal", dan "maqqul". Wujud Allah ialah Esa-Nya. Wujud dan Ke-Esaan-Nya tidak berbeda dari zat-Nya. Mengenai sifat-sifat Allah, lebih dikenal dengan paham Mu'tazilah, yaitu menggunakan prinsip tasybih dan tanzih (penyamaan dan penyucian). Mengenai hubungan zat dengan sifat Allah, memahami sifat-sifat Allah sebagai 'ittibarat dzihniyah (pandangan akal) terhadap zat Allah yang Maha Esa.

c. Tanggapan Terhadap al-Ghazali
Mengenai kritikan Al-Ghazali terhadap para filsuf dalam 20 masalah, dan 3 masalah yang dapat menyebabkan kekafiran. Ibn-Rusyd membela para filsuf dari serangan dan pengkafiran itu dalam buku Tahafut al-Tahafut (Kekacauan dalam kekacauan)

d. Moral
Membenarkan teori Plato, bahwa manusia adalah mahluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaann. Dalam merealisasikan kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutamaan akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang mengajarkan keutamaan teoritis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.

e. Averroisme
Penerimaan pemikiran Ibn Rusy di Eropa terbagi kepada dua kelompok, yaitu kelompok yang enentang pemikiran-pemikiran Ibn Rusyd, dalam hal ini golongan gereja, dan kelompok yang mendukung pemikiran Ibn Rusyd, dalam hal ini dipelopori oleh para ilmuwan. Pertentangan kedua kelompok ini begitu tajam, hal itu tampak dari tuduhan kelompok pertama terhadap kelompok kedua sebagai kelompok atheis.

SUHRAWARDI AL-MAQTUL
1. Biografi
Nama lengkapnya, Syaikh Syhibab al-Din Abu al-Futuh Yahya ibn Habasy ibn Amirak al-Suhrawardi, dilahirkan di Suhaward, Iran barat Laut, dekat Zanjan pada tahun 548 H/ 1153 M. ia dikenal dengan Syaikh al-Isyraq atau Master of Illuminasionist (Bapak Pencerahan), Al-Hakim (Sang Bijak), Al-Syahid (Sang Martir), dan Al-Maqtul (yang terbunuh).

Karya yang telah dihasilkan biasanya merupakan
1. Berisi pengajaran dan kaedah teosofi yang merupakan penafsiran dan modifikasi terhadap filsafat peripatetic.
2. Karangan pendek tentang filsafat, ditulis dalam bahasa Arab dan Persia dengan gaya bahasa yang disederhanakan.
3. Karangan pendek yang bermuatan dan berlambang mistis, pada umunya ditulis dalam bahasa Persia.
4. Komentar dan terjemahan dari filsafat terdahulu dan ajaran-ajaran keagamaan.
5. Doa-doa, yang lebih dikenal dengan al-Waridat wa al-Taqdisat (doa dan penyucian).

2. Filsafatnya
Suhrawardi menggunakan istilah atau lambing-lambang yang berbeda dari biasanya dipahami orang banyak, seperti Barzah, tidak berkaitan dengan persoalan kematian. Istilah ini adalah ungkapan pemisah antara dunia cahaya dengan dunia kegelapan.

a. Metafisika dan Cahaya
Cahaya dimaksudkan oleh Suhrawardi bersifat immaterial dan tidak bisa didefinisikan, karena sesuatu yang “terang” tidak memerlukan definisi, dan cahaya ialah entitas yang paling terang di dunia. Bahkan cahaya menembus semua susunan entitas, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik, sebagai suatu komponen yang esensial daripadanya. Penerangan cahaya orisinil dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Cahaya Abstrak (misalnya intelek, universal maupun individual).
2. Cahay Aksiden (Atribut), yaitu cahaya yang mempunyai suatu bentuk, dan mampu menjadi atribut dari sesuatu selain dirinya sendiri.

b. Epistemologi
Suhrawardi mengritik logika Aristoteles. Menurut Aristoteles, definisi adalah genus plus diferensia. Tetapi Suhrawardi berpendapat bahwa atribut khusus hal yang terdefinisikan, yang tidak dapat dipredikatkan kepada hala lain, mengakibatkan kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu.

c. Kosmologi
Semua yang “bukan cahaya” disebut sebagai “kualitas mutlak” atau “materi mutlak”.landasan mutlak semua benda dpat dibagi menjadi dua jenis:
1. yang diluar ruang – atom-atom atau substansi tidak terang(esensi-esensi menurut kaum Asy’ari).
2. yang mesti didalam Ruang – bentuk-bentuk kegelapan, misalnya: berat, bau, rasa dan sebagainya.

d. Psikologi
Ubahlah sikapmu terhadap alam semesta, dan gunakan garis perilaku yang diniscayakan oleh perubahan itu, secara singkat sarana-sarana pewujud ini adalah pengetahuan dan tindakan.
MULLA SHADRA
Nama lengkapnya Muhammad ibn Ibrahim Yahya QawamiSyirazi, sering disebut Shadr al-Din al-Syirazi atau Akhund Mulla Shadra. Ia dilahirkan Syiraz pada tahun 979/980 H atau 1571/1572 M.

Dengan ringkas, perjalanan hidup Mulla Shadra dapat dikelompokkan kepada tiga, yaitu:
1. Masa pendidikan dan latihan formal di Syiraz dan Isfahan;
2. Masa kezuhudan dan pembersihan jiwa di Kahak;
3. Masa sebagai pengajar dan penulis di Syiraz.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah Al-Hikmah al-Muta’aliyah fi Asfar al-‘Aqliyyah al-Arba’ah (Kebijaksanaan Transendental tentang Empat Perjalanan Akal pada Jiwa). Dan masih banyak lagi karya-karya yang telah dihasilkannya.

Latar belakang intelektual
Pada masa dinasti Saljuk posisi filsafat digantikan oleh ilmu kalam, terutama setelah Al-Ghazali menyerang filsafat lewat bukunya Tahafut al-Falasifah. Sejak itu tradisi filsafat di dunia Islam timur, yang berada di bawah pengaruh Sunni, mengalami kelesuan, kalau tidak dikatakan hampir mati.

Untuk memahami pemikiran Mulla Shadra, terutama karya monumentalnya tersebut, terlebih dahulu harus dipahami beberapa sumber pemikiran yang mengitarinya sebagai diutarakan di atas, meliputi:

a. Filsafat Peripatetis-Neo-Platonisme yang dikembangkan oleh Ibn Sina dan para pendukungnya;
b. Teosofi Isyraqi (Iluminasi) Suhrawardi dan para pengikutnya, seperti Qutb al-Din Syirazi dan Jalal al-Din Dawani;
c. Doktrin gnostis (Irfan) Ibn Arabi dan mereka yang bertanggungjawab dalam penyebaran doktrin Ibn Arabi, seperti Sadr al-Din Qunyawi serta karya-karya tokoh sufi terkemuka, antara lain Ayn Qudat Hamadani dan Mahmud Syabistari;
d. Ilmu kalam Syi’ah Imamiyah;
e. Wahyu, termasuk di dalamnya sabda Nabi SAW, dan para Imam Syi’ah.

Filsafatnya
a. Epistemologi
Sebagaimana para filsuf-filsuf sebelumnya, Mulla Shadra juga meyakini adanya titik temu antara filsafat dan agama sebagai kesatuan kebenaran yang dapat dibuktikan melalui mata rantai histories yang berkesinambungan dari Adam dan Ibrahim, orang-orang Yunani, para sufi Islam (mengalami puncaknya pada Ibn ‘Arabi), dan para filsuf.

Bangunan epistemology Mulla Shadra berkaitan erat dengan idenya tentang Wahdah (unity), ashalah (principality), tasykik (gradation), dan ide perubahan substansi (harka/istihala jauhariyah).

b. Metafisika

1. Wujud
Pada awalnya, Mulla Shadra adalah penganut pemikiran metafisika esensialis Suhrawardi, tetapi dengan pengalaman spiritual yang dikombinasikan dengan visi intelektualnya, ia menciptakan apa yang disebut Corbin sebagai “Revolusi besar di bidang metafisika”, dengan memformulasikan metafisika eksistensialis, menggantikan metafisika esensialis yang dianut sebelumnya.

Metafisika eksistensialis Mulla Shadra dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu wahdah (unity) wujud, asalah (principiality) wujud, dan tasykik (gradation) wujud; dan tidak dapat dipahami tanpa mendalami ontology Ibn Sina serta kosmologi dan poetika Suhrawardi.

2. Jiwa
Mulla Shadra sebagaiman Aristoteles, mendefinisikan jiwa sebagai entelechy badan. Oleh sebab itu, manakal jiwa itu tidak bersifat abadi, dalam arti bermula, maka jiwa itu tidak dapat dipisahkan dan bebas dari materi.

c. Moral
Adapun pengaruh Mulla Shadra dapat dilihat dengan banyaknya murid dan penerus pemikirannya yang tampak pada kesinambungan gerakan Isyraqi Syi’ah di Persia.

MUHAMMAD IQBAL
1. Biografi
Muhammad Iqbal penyiar (filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan reformasis Islam adalah seorang tokoh dominan umat Islam abad kedua puluh) lahir pada bulan Djulhijah 1289 H, atau 22 Pebruari 1873 M di Sialkot. Ia memulai pendidikannya pada masa kanak-kanak pada Ayahnya, Nur Muhammad yang dikenal seorang ulama. Dia telah banyak menghasilkan karya

2. Filsafatnya
a. Ego atau Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Iqbal membandingkan watak ego dengan watak alam. Menurutnya alam bukanlah seongok kematerialan murni yang megisi sebuah rongga, akan tetapi ia merupakan suatu struktur peristiwa-peristiwa, suatu cara tata laku yang sistematis, sama organisnya dengan ego yang hakiki.
b. Ketuhanan
Pemahaman Iqbal tentang ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu adalah:
Tahap Pertama: dari tahun 1901 sampai tahun 1908. pada tahap ini Iqbal cenderung sebagai mistikus-panteistik. Tahap Kedua: dari tahun 1908 sampai 1920. pada tahap ini, Iqbal mulai menyangsikan tentang sifat kekal dari keindahan dan efisiensinya, serta kausalitas-akhirnya. Tahap Ketiga: berlangsung dari tahun 1920 sampai 1938. jika pada tahap kedua merupakan pertumbuhan, maka pada tahapan ketiga merupakan pengembangan menuju kematangan konsepsi Iqbal tentang ketuhanan.
c. Materi dan Kausalitas
Menurut Iqbal, kodrat relitas yang sesungguhnya adalah rohaniah dan semua yang sekuler sebenarnya adalah suci dalam akar-akar prwujudannya. Adapun materi adalah suatu kelompok ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang berderajat lebih tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai suatu derajat koordinasi tertentu.
d. Moral
Ego-insani, menurut Iqbal, menyatakan dirinya sendiri sebagai sesuatu kesatuan diri yang kita namakan keadaan-keadaan mental. Keadaan-keadaan mental ini tidak berdiri sendiri-sendiri sebagai suatu isolasi satu sama lain, tetapi jalin berjalin-jalin dan memberi arti satu sama lain.
Ada dua cara untuk memahami manusia, menurut Iqbal. Pertama, cara intelektual, dan kedua, cara vital. Cara intelektual memahami dunia sebagai suatu system tegar tentang sebab akibat. Cara vital, menerima mutlak adanya keharusan yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan, yakni kehidupan dipandang sebagai suatu keseluruhan; cara vital ini dinamakan ‘Iman’.
e. Insan al-Kamil
Iqbal menafsirkan Insan al-Kamil, atau ‘manusia utama’, setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos, dan bahwa insan yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan, sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.

Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi menurut Iqbal, ialah:
a. ‘Isyq-o-muhabbat, yakni cinta kasih.
b. Semangat atau keberanian, termasuk bekerja kreatif dan orisinil, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan mandiri.
c. Toleransi, rasa tenggang-menenggang.
Faqr, yang artinya sikap tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran-ganjaran yang akan diberikan dunia, sebab bercita-citakan yang lebih agung.



-----------------------

Pengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat Islam
Pengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat IslamPengantar Filsafat Islam
.

FILSAFAT PRA-SOCRATES

MAKALAH KULIAH FILSAFAT PRA-SOCRATES

Filosuf yang hidup pada masa pra Socrates disebut para filosuf alam karena objek yang mereka jadikan pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi, perhatian mereka mengarah kepada apa yang dapat diamati.[1]
Tokoh-tokoh yang hidup pada masa ini di antaranya adalah:

1. Thales (625-545 SM)
Thales adalah seorang saudagar Mesir yang juga ahli politik yang terkenal di Miletos. Ia dianggap sebagai bapak filosufi Yunani karena ia merupakan orang pertama yang berfilsafat. Ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar: What is the nature of the world stuff? (Apa sebenarnya bahan alam semesta ini?) (Mayer, 1950:18).[2]

Kesimpulan ajarannya adalah semuanya itu air. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar segala-galanya. Baginya, air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan jadi, tetapi juga akhir dari segala yang jadi itu. Dengan kata lain, filosofi air adalah substrat (bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya.

2. Anaximandros (610-547 SM)
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Ia ahli astronomi dan ilmu bumi. Menurutnya, prinsip dasar alam adalah apeiron (zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan apapun. Segala makhluk hidup berasal dari proses penguapan air samudera oleh matahari.

3. Anaximenes (585-494 SM)
Anaximenes adalah murid Anaximandros yang merupakan filosuf alam terakhir dari kota Miletos. Baginya, barang yang asal itu satu dan tidak terhingga. Udaralah yang satu dan tidak terhingga. Ia mengatakan: “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu”. Menurut pendapatnya, udara itu benda. Meskipun dasar hidup dipandangnya sebagai benda, ia membedakan pula yang hidup dan yang mati.
Pemikirannya adalah reaksioner. Ia mengkiaskan dunia dengan diri kita: “Sebagaimana ruh dan jiwa kita terdiri dari udara yang mengelilingi kita, begitu juga nafas dan udara mengepung dunia keseluruhannya”.ia beranggapan bahwa bumi berbentuk bulat dan terapung di atas udara dari segala penjuru seperti daun kering yang sedang beterbangan.

4. Pythagoras (580-500 SM)
Ia terpengaruh aliran mistik yang berkembang di Yunani pada waktu itu, yang bernama Orfisisme. Pythagoras mendidik kebatinan dengan mensucikan ruh. Menurut kepercayaannya, manusia asalnya adalah Tuhan. Jiwa itu adalah penjelmaan dari Tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa. Dan ia akan kembali ke langit ke dalam lingkungan Tuhan bermula, apabila dosanya sudah habis dicuci.
Ia beranggapan bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah angka. Angka adalah asal dari segalanya dan segala macam perhubungan dapat dilihat dari angka-angka.

5. Heraklitos (540-480 SM)
Heraklitos menyatakan bahwa asal segala sesuatu hanyalah satu anasir yaitu api. Setiap orang dapat melihat sifatnya, mudah bergerak dan mudah bertukar tempat. Api yang selalu bergerak dan berubah rupa itu menyatakan bahwa tak ada yang tenang dan tetap yang ada hanya pergerakan. Tidak ada yang boleh disebut ada, melainkan menjadi. semuanya itu dalam kejadian. Api ini dipandang sebagai sejenis dengan roh. Sebab asas hidup adalah api juga. Itulah sebabnya api disebut logos (akal, firman, arti), yaitu hukum yang menguasai segala sesuatu, yang juga menguasai manusia segala sesuatu terjadi sesuai dengan logos. Manusia juga harus hidup sesuai dengan logos itu.3

6. Parmenides (540-473 SM)
Parmenides mengatakan bahwa kebenaran adalah satu, namun berbeda-beda dari orang yang mengatakannya. Ia menganggap bahwa di dunia tak ada barang barunya, tidak ada barang lahir keduanya, dan tidak ada barang menghilang dari dunia.
Parmenides dianggap sebagai bapak Logika karena ajarannya mengenai identitas antara pikiran dan barang untuk mana pikiran itu diadakan. Menurutnya, ukuran kebenaran adalah akal manusia; ukuran kebenaran adalah manusia.

Bagi Parmenides, bulat adalah tanda yang sempurna. Yang ada itu bulat, mengisi lapang. Pada yang bulat, tiap-tiap tepinya selesai, tidak ada yang berupa putus.

7. Leukippos (sekitar 540 SM)
Leukippos adalah ahli piker yang pertama kali mengajarkan tentang atom. Menurut pendapatnya tiap benda terdiri dari atom. Yang dipakai sebagai dasar teorinya tentang atom ialah: yang penuh dan kosong. Atom dinamainya sebagai yang penuh sabagai benda betapapun kecilnya dan bertubuh. Setiap yang bertubuh mengisi lapangan yang kosong.
Ia menyatakan tidak mungkinnya ada penciptaan dan pemusnahan mutlak, akan tetapi ia tidak menolak kenyataan banyak, bergerak, lahir ke dunia dan menghilang yang tampak pada segala sesuatu.

8. Demokritos (460-360 SM)
Demokritos adalah murid Leukippos. Menurut Demokritos, segala sesuatu mengandung penuh dan kosong. Menurutnya, anasir yang pertama adalah api. Api terdiri dari atom yang sangat halus, licin dan bulat. Atom api itulah yang menajdi dasar dalam segala yang hidup. Atom api adalah jiwa.

9. Sofisme
Sofisme berasal dari kata sofis yang berarti cerdik pandai kemudian berkembang artinya menjadi bersilat lidah.

Pokok-pokok ajaran kaum sofis adalah:
1. Manusia menjadi ukuran segala-galanya
2. Kebenaran umum (mutlak) tidak ada
3. Kebenaran hanya berlaku sementara
4. Kebenaran tidak terdapat pada diri sendiri
Dengan ajarannya tersebut, Sofisme tergolong aliran relativisme. Ajarannya mempunyai pengaruh positif dan negative pada waktu itu. Pengaruh positifnya yaitu melahirkan banyak orang terampil berpidato. Sedangkan pengaruh negative nya adalah menjadikan orang tidak bertanggung jawab atas ucapan-ucapannya, sebab apa yang dikatakan hari ini untuk sesuatu, bias saj auntuk hari esoknya berlainan dengan dali bahwa kebenaran hanyalan berlaku sementara.
Tokoh-tokoh Sofisme antara lain:
1. Hippias
Hippias adalah seorang Sofis murni yang beranggapan bahwa pengetahuannya harus dikembangkan kepada orang lain. Pandangan hidupnya didasarkan atas formula gagasan kepuasan diri sebagai tujuan dari kelakuan dan etika orang, tidak dengan cara sinis dalam ‘bebas dari hajat dan kebutuhan’ akan tetapi denagnn berusaha sekuat tenaga untuk tidak bergantung kepada orang lain dengan memenuhi segala apa yang menjadi hak-hak seseorang.
2. Gorgias (483-375 SM)
Gorgias adalah seorang skeptic yang tidak mengakui adanya pengetahuan. Ia tidak ada, sekalipun ada maka tidak dapat disampaikan kepada orang lain. Ia mengemukakan tiga dalil:
1. Tak ada sesuatu yang ada, ini tentu erat hubunngannya dengan teori perkembangan abadi dari Heraklitos.
2. Kalau ada sesuatu maka tentu ia tak dapat diketahui.
3. Kalau bisa diketahui ia tentu tak dapat disampaikan kepada orang lain.
Ia berpendapat bahwa hukum alam adalah hukum yang kuat: ‘Adalah hukum alam bahwa yang kuat seharusnya tidak dihalang-ha;angi oleh yang lemah. Yang lemah diperintah dan dipimpin oleh yang kuat.; yang kuat berjalan di muka dan yang lemah mengikuti dari belakang’.

10. Zeno (sekitar 490 SM)
Zeno adalah salah satu murid Parmenides. Ia mempertahankan pendapat gurunya tidak denagn menyambung keterangan atau menambahkannya, melainkan dengan mengembalikan keterangan terhadap dalil-dalil orang-orang yang membantah pendapat gurunya.[3]
Menurutnya, diam adalah bila suatu benda pada suatu saat berada di suatu tempat.[4]


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sadali, Filsafat Umum, Pustaka Setia: Bandung, 2004
Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Penerbit Kanisus: Yogyakarta, 1980
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat umum, Rosda: Bandung, 2007.
[1] Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Penerbit Kanisus: Yogyakarta, 1980, hal. 16
[2] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Rosda: Bandung, 2007

[4]Ahmad Sadali, Filsafat Umum, Pustaka Setia: Bandung, 2004
-----------------
[1] Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), (Penerjemah, Ihsan Ali Fauzi), Cet ke-1, h.177
[1] Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) Cet ke-4, h. 158
[1] Tim Bahasa Depdikbud, Kamus Besat Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h. 780
[1] Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), Cet Ke-2, h. 63
[1] Ibid
[1] Ibid
[1] Abul A’la Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam (Bandung: Mizan, 1993), Cet ke-2, h. 247
[1] Abdul Qodir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1998), Cet ke-1, h. 104
[1] Muhammad As'ad, Masalah Kenegaraan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Kesejahteraaan Bersama, Tt)., h. 54
[1] Abul A’la Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984), Cet ke-1, h. 73
[1] Abdul Qadir Djailani, Op.Cit., h. 151
[1] Abdul Qodir Djaelani, Ibid, h. 153
[1] Harun Khan Sherwani, Islam Tentang Administrasi Negara, (Jakarta: Tinta Mas, 1964), h. 94-95
[1] Abdul Mu'in Salim, Fiqh Siasah, Konsep Kekuasaan Politik dalam Al-Qur'an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-2, h. 10-11
[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 156
[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 167
[1] Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Cet ke-1, h. 48-49
[1] Ibid., h. 48-49
[1] Ibid., h. 48
[1] Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet ke-2, h. 205
[1] Al-Mawardi, Op.Cit., h. 56
[1] Dhiauddin Rais, Op.Cit., h. 219
[1] M. Hasbi As-Shidiqi, Islam dan Politik Bernegara, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet ke-1, h. 124
[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Pustaka Progresif, tanpa tahun), h. 694
[1] Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta, Pustaka Iqra: 2001), Cet , I, h. 95-96
[1] Abul A’la Al-Maududi, Op.Cit., h. 31
[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 160
[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 161
[1] Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), Cet ke-3, h. 253
[1] Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet ke-1, h. 293
[1] Abu Hasan Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyah wa Wilayatuh al-Diniyah, Mustafa al-Asabil Halabi, h. 17
[1] A. Jazuli, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Prenada, 2003), edisi revisi, h. 94
[1] Al-Mawardi, Op.Cit., h. 17
[1] Yusuf Musa, Nidham al-Hukum fi al-Islam, Darul Kitabil Arabi, al-Qahirah, 1963, h. 96
[1] Lihat Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ensiklopedi Islam, Jilid 2, edisi revisi, tahun 2002, h. 643-644
[1] Abdul Qodir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1998), Cet ke-1, h. 162
[1] Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), Cet ke-3, h. 243-244
[1] Muhammad As’ad, Masalah Kenegaraan dalam Islam., (Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Bersama, Tt), h. 33
[1] Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet ke-1, h. 290
[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 162

[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 164-165
[1] Abdul Qodir Djaelani, Op.Cit., h. 165

.

Rabu, 24 September 2008

FILSAFAT PRA SOCRATES

FILSAFAT PRA SOCRATES
Filsafat Yunani dalam sejarah filsafat merupakan tonggak pangkal munculnya filsafat. Di wilayah Yunani, sekitar abad VI SM, muncul pemikir-pemikir yang disebut filosof alam. Dinamakan demikian karena objek yang dijadikan pokok persoalan oleh mereka adalah mengenai alam (cosmos). Dengan kata lain, mereka hanya menaruh perhatian pada alam dan proses-prosesnya.

Pada saat itu, pemikiran tersebut dianggap merupakan pemikiran yang maju, rasional, dan radikal karena kebanyakan orang hanya menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang ditangkap dengan indranya atau dari cerita nenek moyang mereka atau legenda-legenda, tanpa mempersoalkannya lebih jauh.

Para filosof alam ini juga disebut filosof pra-Socrates, sebab mereka hidup sebelum zaman Socrates. Mengapa sejarah filsafat membagi dunia filsafat secara umum menjadi filsafat pra-Socrates dan Socrates? Antara lain adalah karena Socrates dianggap mewakili suatu era baru, secara geografis maupun temporal.

Berikut adalah beberapa filosof alam atau filosof pra-Socrates:1. Thales (625-545 SM)
Thales disebut-sebut sebagai bapak filsafat Yunani sebab dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Namun sayang, filsafatnya tidak pernah ditulisnya sendiri, hanya disampaikan dari mulut ke mulut melalui murid-muridnya.

Thales adalah orang yang suka berkelana. Pernah pada suatu saat dia berkelana ke Mesir, dikatakan bahwa ia pernah menghitung tinggi sebuah piramid. Ada yang mengatakan bahwa Thales menggunakan kepintarannya dalam ilmu pasti dan ilmu astronomi sebagai ahli nujum dan akhirnya ia kaya raya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan secara tepat terjadinya gerhana matahari pada 585 SM.

Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan jadi dan akhir dari segala yang ada dan yang jadi itu. Di awal air, di ujung air. Pandangannya menghubungkan semua yang ada di alam ini dengan air. Air asal dan akhir.

2. Anaximandros (610-547 SM)
Anaximandros adalah salah seorang murid Thales, lebih muda lima belas tahun dari Thales tapi meninggal dunia dua tahun lebih dulu dari Thales.
Meskipun ia murid Thales, namun Anaximandros mempunyai prinsip alam yang berbeda dari gurunya. Menurut Anaximandros, prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas, yang olehnya disebut apeiron. Apeiron ini tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia.
Jika melihat sifat-sifat yang diberikan oleh Anaximandros tentang apeiron yaitu sebagai sesuatu /zat yang tak terhingga, tak terbatas, tak dapat diserupakan dengan alam, maka barangkali yang ia maksud dengan apeiron adalah Tuhan.

3. Anaximenes (585-494 SM)
Anaximenes adalah salah seorang murid Anaximandros. Ia adalah filosof alam terakhir dari kota Miletos.
Dalam pandangan tentang asal muasal, Anaximenes turun kembali ke tingkat yang sama dengan Thales. Kedua-duanya berpendapat, yang asal itu mestilah sesuatu dari yang ada dan kelihatan. Bedanya, kalau Thales mengatakan air adalah asal dan kesudahan dari segala-galanya, Anaximenes mengatakan sumber dari segala sesuatu adalah udara atau uap. Air sendiri menurutnya merupakan udara yang dipadatkan.

Sebagai kesimpulan ajarannya, Anaximenes mengatakan bahwa sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain adalah udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini menjadi satu. Maka ia menjadi filosof yang pertama kali memperbincangkan jiwa dalam pandangan filsafat. Hanya saja, Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan jiwa. Dan memang ini di luar garis filosofi alam.

4. Pythagoras (580-500 SM)
Pythagoras dilahirkan di Samos, tetapi kemudian pindah ke Kroton, Italia Selatan. Di kota ini, Pythagoras mendirikan sebuah tarekat keagamaan yang disebut-sebut orang kaum Pythagoras. Mereka diam dan menyisihkan diri dari masyarakat. Tarekat ini mendidik kebatinan dengan mesucikan ruh.

Menurut kepercayaan Pythagoras, manusia itu asalnya Tuhan. Selain itu, falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh angka-angka. Dapat dikatakan bahwa ajaran tentang bilangan ini adalah batu sendi seluruh pandangan hidup Pythagoras.

Dari sini dapat dilihat kecakapan Pythagoras dalam matematika mempengaruhi pemikiran filsafatnya sehingga pada segala keadaan ia melihat dari angka-angka dan hubungan antara angka-angka tersebut.

5. Heraklitos (540-480 SM)
Heraklitos berasal dari Ephesus di Asia kecil. Ia mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah api. Selain itu, Heraklitos juga mengatakan segala sesuatu mengalami perubahan terus-menerus dan selalu bergerk, tidak ada yang menetap. Karena itu, kita “tidak dapat melangkah dua kali ke dalam sungai yang sama.” Kalau saya melangkah ke dalam sungai untuk kedua kalinya, maka saya atau sungainya sudah berubah. Ia juga mengatakan bahwa dunia ini dicirikan dengan adanya kebalikan.
Heraklitos sering menggunakan kata Yunani logos yang berarti akal sebagai kata pengganti untuk kata Tuhan atau Dewa

6. Parmenides (540-473 SM)
Parmenides hidup sezaman dengan Heraklitos akan tetapi ia berasal dari Elea dan berpandangan yang sangat kontras dengan Heraklitos. Parmenides menegaskan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah. Baginya, justru hakekat sesuatu adalah perubahan. Arti besar Parmenides ialah, bahwa ia menemukan secara mendalam idea tau gagasan tentang “ada.” “Yang ada itu ada.” Oleh karena “yang tidak ada” tidak dapat dipikirkan, dan hanya “yang ada” yang dapat dipikirkan, maka berada dan berpikir adalah sama.

7. Leukippos (± 540 SM)
Sejarah hidupnya hampir tak dikenal namun dia adalah ahli pikir yang pertama kali mengajarkan tentang atom. Menurut pendapatnya tiap benda terdiri dari atom. Yang dipakai sebagai dasar teorinya tentang atom ialah: yang penuh dan kosong. Atom dinamainya sebagai yang penuh sabagai benda betapapun kecilnya dan bertubuh. Setiap yang bertubuh mengisi lapangan yang kosong.

Ia juga menyatakan tentang tidak mungkinnya ada penciptaan dan pemusnahan mutlak, akan tetapi ia tidak menolak kenyataan banyak, bergerak, lahir ke dunia dan menghilang yang tampak pada segala sesuatu.
8. Demokritos (460-360 SM)
Demokritos berasal dari kota kecil Abdera di pantai utara Aegea. Demokritos adalah murid Leukippos dan sama berpendapat bahwa alam ini terdiri dari atom-atom yang bergerak-gerak tanpa akhir, dan jumlahnya sangat banyak. Bagi Demokritos, adalah sangat penting untuk menekankan bahwa bagian-bagian pokok yang membentuk segala sesuatu tidak mungkin dibagi secara tak terhingga menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi.

Teori atom Demokritos menandai berakhirnya filsafat alam Yunani. Dia setuju dengan Heraklitos bahwa segala sesuatu di alam ini mengalir, sebab bentuk-bentuk itu datang dan pergi.

9. Zeno (± 490 SM)
Zeno adalah murid Parmenides yang mencoba membuktikan bahwa gerak adalah suatu khayalan dan tiada kejamakan dan ruang kosong. Ada bermacam alasan yang ia kemukakan untuk membuktikan bahwa gerak adalah suatu khayalan, di antaranya adalah:
 Anda tidak akan pernah mencapai garis finish dalam suatu balapan kalau tidak menempuh separuh jarak, lalu setengah dari separuh jarak, kemudian setengah dari sisa, setengah dari sisa, setengah dari sisa, kemudian anda hanya akan menghabiskan sisa yang tidak pernah habis.
 Anak panah yang meluncur dari busurnya, apakah bergerak atau diam? Kata Zeno, diam. Diam adalah bila suatu benda pada suatu saat berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu tempat, jadi anak panah itu diam, padahal kita jelas-jelas menyaksikan bahwa anak panah itu bergerak dengan cepat.

SOFISME
Sofisme berasal dari kata sofis yang berarti cerdik pandai dan kemudian berkembang artinya menjadi bersilat lidah. Sebab cara menyampaikan filsafatnya kaum sofis berkeliling ke kota-kota dan ke pasar-pasar. Para pemudanya juga dilatih berdebat dan berpidato.
Pokok-pokok ajaran kaum sofis adalah:
1) Manusia menjadi ukuran segala-galanya
2) Kebenaran umum (mutlak) tidak ada
3) Kebenaran hanya berlaku sementara
4) Kebenaran tidak terdapat pada diri sendiri
Tokoh-tokoh Sofisme antara lain adalah Phytagoras, Hippias, dan Gorgias.

REFERENSI

Ahmad Sadali, Filsafat Umum, Pustaka Setia: Bandung, 2004
Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Penerbit Kanisus: Yogyakarta, 1980
Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Sebuah Novel Filsafat), Mizan: Bandung, 2004
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat umum, Rosda: Bandung, 2007.
 

FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES  FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT PRA SOCRATES
TEMUKAN MAKALAH/ARTIKEL YANG ANDA CARI DI SINI:
Custom Search

Posting Terkini