Kurikulum dalam arti sempit yaitu sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Dalan arti luas kurikulum adalah semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan-bimbingan dan tanggung jawab sekolah. kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksana dari rencana di atas (actual curriculum).
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang lebih sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam waktu luas ataupun sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan pelengkap penunjangnya.
A. Komponen-Komponen Kurikulum
Unsur atau komponen-konponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Suatu kurikulum harus kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
1. Tujuan
Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal, yaitu:
1. Perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat
2. Didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal katagori tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan nasional, merupakan tujuan jangka panjang tujuan ideal bangsa indonesia.
2. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan.
3. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi.
4. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran.
Tujuan-tujuan mengajar dapat dibedaka atas beberapa katagori, sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Briggs mengemukakan lima katagori tujuan, yaitu intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skill and attitude. Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Bahan ajar
a. Sekuens bahan ajar
Beberapa cara menyusun sekuens bahan ajar, yaitu
1. Sekuens krinologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu seperti peristiwa atau sejarah.
2. Sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peritiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa.
3. Sekuens struktural, bagiab-bagiab bahan ajar suaru bidang study telah mempunyai struktur tertentu.
4. Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat di susun berdasarkan urutan logis.
5. Sekuens spiral. Dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pada pokok bahan tertentu.
6. Rangkaian kebelakang (backward chaining), dikembangkan oleh Thomas Gilbrert (1962). Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang.
7. Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne (1965), dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis. Kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang tersusun secara hierarkis mulai dari yang paling sedeehana: signal learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning, verbal association, multiple discrimination, concept learning, principle learning, dan problem-solving learning.
3. Strategi mengajar
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntre membagi strategi mengajar itu atas:
a. Reception/ Exposition Learning-adaiscovery Learning
Reception Learning dilihat dari segi sisi siswa, sedangkan exposition dilihat dai sisi guru . dalam exposition atau reception learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan ataupun tulisan. Siswa tidak dituntut untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali mneguasainya.
b. Rote learning-Meaning Learning
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswatanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghapalkannya.
c. Goup Learning-Individual Learning
Pelaksanaan discovery learning menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.
4. Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam betuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree mengelompokan media mengajar menjadi lima macam:
1. Interaksi insani. Media ini merupakan media langsung antra dua orang atau lebih.
2. Realia. Merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang, binatang, benda, peristiwa dan sebagainya yang diamati siswa.
3. Pictorial, penyajian berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol bergerak atau tidak.
4. simbol tertulis, merupakan media penyajian informasi yang paling umum tetapi tetap efektif.
5. Rekaman suara, dapat disajikan tersendiri atau digabung dengan media pictorial.
Dale mengemukakan dua belas macam media mengajar atau audiovisual aid, yang disebutnya cone of experience atau kerucut pengalaman.
1. verbal symbols
2. visual symbols: signs, stick figures
3. radio and recordings
4. still pictures
5. educational television
6. exhibits
7. study trips
8. demonstrasions
9. dramatized experiences: plays puppets, role playing
10. contrived experiences:models, mock ups, simulation
11. direct purposeful experience
Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disetai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:
Perangsang Alat
1. kata-kata tertulis
2. kata-kata lisan
3. gambar dan kata-kata lisan
4. gambar bergerak, kata-kata dan suara lain.
5. konsep-konsep teoretis melalui gambar
Buku, pengajaran berprogarm, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru, tape recording.
Slide-tapes, slide bersuara, ceramah dasn poster
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
Film bergerak, permainan boneka/wayang.
6. evaluasi pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
a) Evaluasi hasil belajar-mengajar
Untuk menilai suatu keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Menurut lingkup luas bahn dan jangka waktu belajar dibedakan antar evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluais formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dala jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif lebih besar ditujukan untuk menilai proses pengajaran. Selain itu berfungsi sebagai evaluasi atau tes diagnostik.
Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka ewaktu yang cukup lama atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa serta menilai efektifitas pogram secara menyeluruh.
b) Evaluasi pelaksanaan mengajar
Stufflebeam dan kawan-kawan mengutip Model Evaluasi dari EPIC. Bahwa dalam program mengajar Komponen-komponen yang di Envaluasi meliputi: komponen tingkah laku yang mencakup aspek-aspek: kognitif, afektif dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen: isi, metode, organisasi, fasilitas, dan biaya; dan komponen populasi: siswa, guru, administrator, spesialis, pendidikn ,keluarga, dan masyarakat.
6. Penyempurnaan Pengajaran
Sesuai dengan komponen-komponen yang dievaluasi,pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemunginan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan priotas lebih dulu atau mendapatkan penyempunaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya. Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secra langsung begitu didapatkan sesuai informasi umpan balik, atau ditanggunhkan sampai jangka waktu tertentu bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain baik sesama personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tetentu. Semua hal tersebut bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
B. Desain kurikulum
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertical. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkp isi lurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertical menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dai yang mudah, kemudiam menuju ke yang lebih sulit, atau mulai yamng dasar diteruskan dengan lanjutan.
Berdasarkan pada apa yang menjadi focus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
1. Subject centered design
Subject centered design curriculum merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling bamyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulun dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-maya pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kkurikulum ini disebut juga separated subject curriculum.
a. the subject design
the subject design curriculum merupakan bentuk design yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran.
b. the disciplines design
bentuk ini merpakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan pada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada criteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah discipline.
c. the broad fields design
dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang study seperti sejarah, geogerafi dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan social; aljabar, ilmu ukur dan berhitung menjadi matematika.
Tujuan pengembangan kurikulum broad fields adalah menyiapkan paea siswa yang dewasa I hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, denagn pemahaman yang bersifat menyeluruh.
2. Learner centered design
Learner centered, memberi tempat utama pada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran yanbg belahjar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berprikaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learnered centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Salah satu variasi model ini yaitu the activity atau experience design. Berikut bebrapa cirri utama activity atau experiace design. Pertama, strukrur kurikulum ditentaukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Kedua, karena struktur kkurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun menjadi sebelumnya, tetapi disusun guru sebelumnya dengan para siswa. Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah.
3. Problems centered design
desain ini merupakan kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat. Problems centered design menekankan manusia dalam kesatuan keompok yaitu kesajahteraan masyarakat. Konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurukulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned) yang berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi maupun peserta didik.
Ada dua variasi model desain kurikulum ini:
a. The areas of living design.
Variasi ini seperti learned centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-iformasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Cirri lain dari model design ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
b. The core design.
Desain kurikulum ini timbul sebagai reaksi utama kepada separate subjects design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti atau core. Pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core tersebut. Karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih atas segala limpahan rahmat, bimbingan, dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah Metodologi Kajian Filsafat dapat selesai dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam Islam di Unuversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga untuk menambah pengetahuan para pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan tersebut.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyusunnya dengan sebaik- baiknya. Namun peulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan, karena penulis hanyalah sebagai manusia biasa. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang lebih sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam waktu luas ataupun sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan pelengkap penunjangnya.
A. Komponen-Komponen Kurikulum
Unsur atau komponen-konponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Suatu kurikulum harus kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
1. Tujuan
Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal, yaitu:
1. Perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat
2. Didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal katagori tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan nasional, merupakan tujuan jangka panjang tujuan ideal bangsa indonesia.
2. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan.
3. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi.
4. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran.
Tujuan-tujuan mengajar dapat dibedaka atas beberapa katagori, sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Briggs mengemukakan lima katagori tujuan, yaitu intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skill and attitude. Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Bahan ajar
a. Sekuens bahan ajar
Beberapa cara menyusun sekuens bahan ajar, yaitu
1. Sekuens krinologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu seperti peristiwa atau sejarah.
2. Sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peritiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa.
3. Sekuens struktural, bagiab-bagiab bahan ajar suaru bidang study telah mempunyai struktur tertentu.
4. Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat di susun berdasarkan urutan logis.
5. Sekuens spiral. Dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pada pokok bahan tertentu.
6. Rangkaian kebelakang (backward chaining), dikembangkan oleh Thomas Gilbrert (1962). Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang.
7. Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne (1965), dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis. Kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang tersusun secara hierarkis mulai dari yang paling sedeehana: signal learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning, verbal association, multiple discrimination, concept learning, principle learning, dan problem-solving learning.
3. Strategi mengajar
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntre membagi strategi mengajar itu atas:
a. Reception/ Exposition Learning-adaiscovery Learning
Reception Learning dilihat dari segi sisi siswa, sedangkan exposition dilihat dai sisi guru . dalam exposition atau reception learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan ataupun tulisan. Siswa tidak dituntut untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali mneguasainya.
b. Rote learning-Meaning Learning
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswatanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghapalkannya.
c. Goup Learning-Individual Learning
Pelaksanaan discovery learning menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.
4. Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam betuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree mengelompokan media mengajar menjadi lima macam:
1. Interaksi insani. Media ini merupakan media langsung antra dua orang atau lebih.
2. Realia. Merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang, binatang, benda, peristiwa dan sebagainya yang diamati siswa.
3. Pictorial, penyajian berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol bergerak atau tidak.
4. simbol tertulis, merupakan media penyajian informasi yang paling umum tetapi tetap efektif.
5. Rekaman suara, dapat disajikan tersendiri atau digabung dengan media pictorial.
Dale mengemukakan dua belas macam media mengajar atau audiovisual aid, yang disebutnya cone of experience atau kerucut pengalaman.
1. verbal symbols
2. visual symbols: signs, stick figures
3. radio and recordings
4. still pictures
5. educational television
6. exhibits
7. study trips
8. demonstrasions
9. dramatized experiences: plays puppets, role playing
10. contrived experiences:models, mock ups, simulation
11. direct purposeful experience
Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disetai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:
Perangsang Alat
1. kata-kata tertulis
2. kata-kata lisan
3. gambar dan kata-kata lisan
4. gambar bergerak, kata-kata dan suara lain.
5. konsep-konsep teoretis melalui gambar
Buku, pengajaran berprogarm, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru, tape recording.
Slide-tapes, slide bersuara, ceramah dasn poster
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
Film bergerak, permainan boneka/wayang.
6. evaluasi pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
a) Evaluasi hasil belajar-mengajar
Untuk menilai suatu keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Menurut lingkup luas bahn dan jangka waktu belajar dibedakan antar evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluais formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dala jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif lebih besar ditujukan untuk menilai proses pengajaran. Selain itu berfungsi sebagai evaluasi atau tes diagnostik.
Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka ewaktu yang cukup lama atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa serta menilai efektifitas pogram secara menyeluruh.
b) Evaluasi pelaksanaan mengajar
Stufflebeam dan kawan-kawan mengutip Model Evaluasi dari EPIC. Bahwa dalam program mengajar Komponen-komponen yang di Envaluasi meliputi: komponen tingkah laku yang mencakup aspek-aspek: kognitif, afektif dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen: isi, metode, organisasi, fasilitas, dan biaya; dan komponen populasi: siswa, guru, administrator, spesialis, pendidikn ,keluarga, dan masyarakat.
6. Penyempurnaan Pengajaran
Sesuai dengan komponen-komponen yang dievaluasi,pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemunginan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan priotas lebih dulu atau mendapatkan penyempunaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya. Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secra langsung begitu didapatkan sesuai informasi umpan balik, atau ditanggunhkan sampai jangka waktu tertentu bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain baik sesama personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tetentu. Semua hal tersebut bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
B. Desain kurikulum
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertical. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkp isi lurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertical menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dai yang mudah, kemudiam menuju ke yang lebih sulit, atau mulai yamng dasar diteruskan dengan lanjutan.
Berdasarkan pada apa yang menjadi focus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
1. Subject centered design
Subject centered design curriculum merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling bamyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulun dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-maya pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kkurikulum ini disebut juga separated subject curriculum.
a. the subject design
the subject design curriculum merupakan bentuk design yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran.
b. the disciplines design
bentuk ini merpakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan pada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada criteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah discipline.
c. the broad fields design
dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang study seperti sejarah, geogerafi dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan social; aljabar, ilmu ukur dan berhitung menjadi matematika.
Tujuan pengembangan kurikulum broad fields adalah menyiapkan paea siswa yang dewasa I hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, denagn pemahaman yang bersifat menyeluruh.
2. Learner centered design
Learner centered, memberi tempat utama pada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran yanbg belahjar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berprikaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learnered centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Salah satu variasi model ini yaitu the activity atau experience design. Berikut bebrapa cirri utama activity atau experiace design. Pertama, strukrur kurikulum ditentaukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Kedua, karena struktur kkurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun menjadi sebelumnya, tetapi disusun guru sebelumnya dengan para siswa. Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah.
3. Problems centered design
desain ini merupakan kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat. Problems centered design menekankan manusia dalam kesatuan keompok yaitu kesajahteraan masyarakat. Konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurukulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned) yang berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi maupun peserta didik.
Ada dua variasi model desain kurikulum ini:
a. The areas of living design.
Variasi ini seperti learned centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-iformasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Cirri lain dari model design ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
b. The core design.
Desain kurikulum ini timbul sebagai reaksi utama kepada separate subjects design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti atau core. Pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core tersebut. Karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih atas segala limpahan rahmat, bimbingan, dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah Metodologi Kajian Filsafat dapat selesai dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam Islam di Unuversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga untuk menambah pengetahuan para pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan tersebut.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyusunnya dengan sebaik- baiknya. Namun peulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan, karena penulis hanyalah sebagai manusia biasa. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar