Rabu, 24 September 2008

UMAR SAID COKROAMINOTO

Haji Umar Said Cokroaminoto dilahirkan didesa Bakur, daerah Madiun pada tanggal, 20 Mei 1883. Tepat pada waktu Gunung Krakatau meletus. Cokroaminoto adalah anak kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.

Tamat sekolah rendah ia meneruskan pelajarannya ke OSVIA (Opleidings School voor Inlandsche Ambtenaren/Lembaga Pendidikan Pegawai Bumiputra) Magelang tamat pada tahun 1902 dan menjadi juru tulis sampai 1095. Antara tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya, disamping meneruskan pada Burgelijek Avondschool bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan dibagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 – 1912 ). Beliau wafat pada tahun 1934 dan dikebumikan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Hingga kini beliau dikenal sebagai tokoh dari Sarekat Islam. Selain itu, salah satu kata-kata mutiaranya yang masyhur adalah: "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat".

Setelah bergulat di sektor swasta, Cokroaminoto giat dalam bidang politik, ia membuat carier politiknya di Sarekat Islam yang didirikan pada bulan Mei tahun 1912. Sarekat Islam ialah sebuah persatuan perdagangan di Jawa, Indonesia yang diasaskan pada tahun 1909 di Jakarta oleh RM Tirtoadisuryo, seorang peniaga dari Kota Surakarta. Pada asalnya dinamai Sarekat Dagang Islam (SDI), pertubuhan ini bertujuan untuk membantu peniaga-peniaga kaum bumiputera, khususnya dalam industri batik. Selain itu, juga untuk menghadapi persaingan daripada pedagang-pedagang Cina.

Pada awal tahun 1912 terjadi sebuah kerusuhan anti-Cina, dan penguasa ketika itu mengharamkan SDI. Oleh itu, pada bulan September dalam tahun tersebut, SDI menggantikan namanya menjadi Sarekat Islam, dan melantik Umar Said Cokroaminoto sebagai ketua. Pada bulan Mei 1912.

Kongres Sarekat Islam yang pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini, Cokroaminoto menegaskan bahawa Sarekat Islam bukannya sebuah parti politik, tetapi bertujuan untuk:
• meningkatkan perdagangan di kalangan bangsa Indonesia;
• membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi; dan
• mengembangkan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Sarekat Islam yang kedua diadakan pada bulan Oktober 1917, diikuti oleh Kongres ketiga antara 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ketiga ini, Cokroaminoto menyatakan bahawa jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial secara besar-besaran, maka Sarekat Islam pada dirinya akan melakukannya di luar parlemen.

Dalam kongres selama 1913–1916 tampaklah kemana S.I dibawa Cokroaminoto, dalam kongres Surabaya 1913 ia dipilih sebagai ketua Pedoman Besar, meskipun pada waktu itu belum ada organisasi pusatnya. Dalam kongres Bandung dinyatakan, bahwa untuk mencapai kemerdekaan ditempuh jalan revolusi, sementara kemudian dalam Kongres Batavia keluar dengan keputusan yang lebih tegas, jalan parlemen atau revolusioner. Sifat nasional-islam-revolusioner itu, lebih jelas lagi tampak, waktu Central Sarikat Islam 1916 menyatakan akan berjuang melawan kapitalisme, sebagai yang pada program perjuangan kongres nasional 1817.

Dengan adanya Volksraad, terbentuk politik Comite guna penyusunan calon-calon. Cokroaminoto menjadi anggota angkatan pemerintah, sementara Abdul Muis dipilih. Dalam Kongres Yogyakarta tahun 1921, terang-terangan S.I pecah dua, pihak Cokroaminoto dengan semi-nasional dan sosialis dan pihak Semaun , 100% revolusioner, yang sejak beberapa waktu beberapa waktu dengan cara celvorming memasuki S.I.

Dengan diadakannya kongres Al Islam Hindia pada tahun 1924, S.I direorganisasi dan menjadi Partai Serikat Islam Indonesia ( PSII ). Sebagai pemimpin lebih kuat H.A Salim tampil kemuka dari Cokroaminoto. Dalam tahun 1926 ia dan K.H.M Mansur diutus oleh kongres Al-Islam V ke kongres Alam Islami di Mekkah, Pada waktu inilah ia menunaikan rukun yang kelima. Pada tahun 1933 timbul perpecahan yang kedua, Dr Sukiman dan Suryopranoto dirojeer dan mendirikan Partai Islam Indonesia ( PARII ). Kemudian disusul pula dengan perpecahan dengan kartosuwiryo dan akhirnya dengan H.A Salim yang mendirikan Penyadar pada tanggal, 17 Desember 1934.

Haji Umar Said Cokroaminoto bukan hanya aktifis politik, melainkan juga pemikir. Pemimpin Sarekat Islam (SI) ini menulis buku Islam dan Sosialisme (1925), juga Tarich Islam (1931). Ia pun sering menyampaikan ceramah.
Cokroaminoto bahkan layak disebut sebagai guru bangsa, sejenis hulu sungai bagi kepemimpinan politik di Indonesia. Orang mencatat bahwa Sukarno dari kalangan nasionalis yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Semaun dari kalangan sosialis yang mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kartosuwiryo dari kalangan Islam yang mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bung Karno bahkan pernah jadi menantunya pula. Karena perannya begitu penting, dulu Cokroaminoto konon sering diledek oleh lawan-lawan politiknya sebagai "De Ongekroonde koning van Indie" (Raja Hindia tanpa Mahkota) atau "De aanstaande koning der Javanen" (Raja Jawa masa depan).

Buku Islam dan Sosialisme, merupakan salah satu buku penting karya cendekiawan Indonesia dari paro pertama abad ke-20. Cokroaminoto menulis buku ini dalam bahasa Indonesia pada 1924, kira-kira empat tahun sebelum Sumpah Pemuda antara lain menyerukan pemakaian bahasa Indonesia. Sempat pula buku ini dicetak ulang, antara lain pada 1950 dan 1962. Dalam buku ini, Cokroaminoto menggali "anasir-anasir sosialisme" dari khazanah Islam, baik dari sumber teologisnya maupun dari pengalaman historisnya. Pada dasarnya ia menekankan bahwa sosialisme sudah terkandung dalam hakikat ajaran Islam, dan sosialisme yang ideal harus diarahkan oleh keyakinan agama (Islam). Itulah yang dia sebut "Sosialisme cara Islam" dan yang ia yakini cocok untuk Indonesia.

Cokroaminoto memeriksa konsep sosialisme dari khazanah pemikiran Eropa, tak terkecuali dari Karl Marx, hingga bentuk-bentuk tatanan sosial politik yang bertolak darinya. Setelah mengajukan kritik atas gagasan pemikir Eropa, ia membandingkan temuannya dengan pemikirannya sendiri mengenai dasar-dasar sosialisme dalam Islam, dengan memetik sejumlah ayat Alquran, juga mengutip hadis. Ia antara lain berpijak pada Surat Al-Baqarah ayat 213: Perikemanusiaan itu adalah satu kesatuan. Tinjauan historisnya, mengarah ke tatanan pemerintahan Nabi Muhammad SAW, yang dilanjutkan oleh para khalifah, teristimewa Khalifah Umar. Ia tunjukkan bahwa pemerintahan Islam -- yang dipandang bersifat sosialistis -- berpijak pada nilai-nilai kedermawanan, persaudaraan, kemerdekaan, dan persamaan.

Referensi

 Holk H. Dengel, Darul Islam dan Kartosoewirjo “Angan-angan yang gagal” (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1995), hlm. l6.
 http//: ms.wikipedia.org/wiki/Omar_Said_Cokroaminoto
 http//: ms.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam
 http//: azzahraku.multiply.com/reviews/item/64
 www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=264013&kat_id=319

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEMUKAN MAKALAH/ARTIKEL YANG ANDA CARI DI SINI:
Custom Search

Posting Terkini