A. Pokok permasalahan
Kondisi perekonomian dalam negeri dewasa ini berada dalam ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam penguasaan aset-aset ekonomi dan kekayaan.
Dengan demikian, maka muncul permasalahan bagaimana cara untuk mengatasi masalah – tersebut!
B. Pembahasan Masalah
Kondisi perekonomian dalam negeri dewasa ini berada dalam ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam penguasaan aset-aset ekonomi dan kekayaan.
Dengan demikian, maka muncul permasalahan bagaimana cara untuk mengatasi masalah – tersebut!
B. Pembahasan Masalah
1. Minyak Bumi
Meningkatnya kebutuhan BBM di dalam negeri mengakibatkan menurunnya ekspor dan melonjaknya impor minyak bumi. Kondisi ini tidak terlepas dari relatif stagnannya produksi minyak bumi di tanah air. Demikian juga karena produksi minyak bumi di tanah air sebagian besar dilakukan oleh kontraktor asing, maka pengeluaran jasa-jasa minyak bumi pun ikut meningkat. Selama periode sebelum krisis, transaksi minyak bumi dan hasilnya selalu surplus. Namun selama periode setelah krisis transaksi minyak bumi dan hasilnya menjadi defisit. Perubahan ini menunjukkan indikasi bahwa Indonesia akan menjadi net importing oil country.
Untuk mengurangi kebutuhan BBM di dalam negeri dibutuhkan upaya-upaya untuk mengurangi konsumsi BBM (konservasi) dan memanfaatkan sumber energi alternatif (diversifikasi). Upaya konservasi dan diversifikasi berkaitan dengan kebijakan harga BBM dan kemajuan teknologi. Selama harga BBM ditetapkan terlalu murah maka konsumen tidak akan terdorong untuk menggunakan peralatan yang hemat energi dan memanfaatkan sumber energi alternatif (seperti batu bara atau panas bumi). Selain itu berkaitan dengan devisa; upaya-upaya diversifikasi dapat dilakukan juga dengan memanfaatkan sumber-sumber energi yang tidak diekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
2. Non Migas
Perdagangan komoditi non migas dapat didasarkan pada SITC (Standard International Trade Classification) ataupun pada ISIC (International Standard Industrial Classification). Dari data transaksi perdagangan dunia, dapat disimpulkan bahwa untuk negara-negara berpendapatan rendah, nilai impor barang-barang industri manufaktur mengalami penurunan, sebaliknya untuk negara-negara berpendapatan menengah, nilai impor produk industri manufaktur meningkat. Secara teoritis dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, keunggulan komparatif bergeser dari kegiatan primer (pertanian & pertambangan) ke kegiatan sekunder (industri manufaktur) dan tersier (jasa-jasa). Namun demikian meskipun ekspor produk industri dapat meningkat, tetapi disertai juga dengan kenaikan impor.
Hal yang menarik untuk dicermati adalah untuk Amerika Serikat, dimana mengalami defisit pada transaksi produk industri manufakturnya. Pada tahun 2001, nilai ekspor negara ini mencapai US$ 599,3 milyar, sementara nilai impornya sebesar US$ 908,7 milyar. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa negara maju seperti AS pun belum tentu memiliki keunggulan komparatif dalam industri manufakturnya. AS tampaknya lebih menggenjot sektor pertaniannya melalui pemberian subsidi, sehingga transaksi perdagangan sektor pertanian AS malah mengalami surplus.
Secara umum neraca perdagangan bahan makanan Indonesia (ISIC 31) masih mengalami surplus. Namun demikian apabila diteliti lebih dalam terlihat untuk perdagangan tanaman bahan pangan (beras, jagung, kacang kedelai, gandum), hasil peternakan (susu, daging) dan gula selalu mengalami defisit. Neraca perdagangan bahan makanan mengalami surplus karena komoditi ekspor berupa ikan, minyak nabati (CPO), kopi, kakao dan teh (lihat dalam sub topik Pertanian di atas).
Sebelum krisis ekspor kulit, tekstil, pakaian jadi, sepatu dan sandal (ISIC 32) memegang peranan penting sebagai sumber devisa negara. Perkembangan ini tidak terlepas dari industri padat karya buruh tidak trampil (unskilled labor intensive) yang menjadi faktor keunggulan komparatif bagi negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Namun demikian sejak krisis ekspor ISIC 32 cenderung mengalami penurunan. Penurunan kinerja ekspor ISIC 32 tersebut tidak terlepas dari masalah yang menyangkut perburuhan; kenaikan upah (UMP) dan hubungan industrial yang kurang harmonis serta maraknya penyelundupan pakaian bekas dari berbagai negara.
Ekspor kayu dan furnitur kayu (ISIC 33) inipun merupakan salah satu andalan sumber devisa bagi Indonesia. Kondisi ini tidak terlepas juga dari keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia di luar tenaga kerja yaitu berupa sumber daya alam (natural resources intensive). Namun demikian sejak krisis, kinerja ekspor ISIC 33 cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini tidak terlepas dari masalah kelangkaan bahan baku. Untuk itu perlu dipikirkan untuk menggunakan bahan baku alternatif selain kayu yang berasal dari hutan, misalkan kelapa dan karet yang sudah tua.
Nilai ekspor pulp dan kertas ISIC 34 mengalami kenaikan yang cukup pesat. Namun demikian kinerja ekspor ke depan dapat menghadapi berbagai kendala seperti kredit macet (seperti yang dialami oleh Asia Pulp & Paper) dan pencemaran lingkungan hidup.
Neraca perdagangan bahan kimia, karet sintetis dan serat buatan (ISIC 351-352) selalu mengalami defisit. Apalagi dihadapkan pada berbagai permasalah industri kimia di dalam negeri seperti kasus PT. Chandra Asri dan PT. Texmaco semakin memperberat upaya-upaya untuk mendorong ekspor komoditi ini. Namun demikian potensi pengembangan masih ada, terutama jika melihat ketertarikan PMA pada industri ini.
Setelah krisis ekspor barang galian bukan logam dan bukan migas seperti kaca, gelas dan semen (ISIC 36) mengalami peningkatan; kondisi ini tidak terlepas dari adanya kelebihan pasokan semen di dalam negeri sehingga didorong untuk diekspor. Namun demikian perlu disadari bahwa semen ini tidak dapat dijadikan komoditi ekspor unggulan Indonesia karena volume ekspor besar tetapi harga murah (bulky). Semen lebih banyak ditujukan untuk mengisi pasar domestik.
Komoditi elektronika, mesin dan alat pengangkutan (ISIC 38) sejak krisis mengalami perkembangan yang pesat sebagai sumber devisa negara. Selama periode 1998-2002, ekspor ISIC 38 sudah mampu mengungguli ekspor ISIC 32. Ke depan industri dalam kelompok ISIC 38 terutama elektronika perlu dikembangkan lebih lanjut. Berbicara mengenai industri ISIC 38 sebenarnya tidak bicara mengenai produk, melainkan berbicara masalah proses produksi dan komponen. Di Asia, negara-negara yang sudah benar-benar surplus dalam perdagangan ISIC 38 adalah Jepang, Korea dan Taiwan. Negara lain meskipun ekspornya besar, namun disertai juga impor (komponen) yang tinggi; sehingga lebih mengarah pada industri perakitan.
Saat ini tidak ada negara di dunia yang menghasilkan produk ISIC 38 dengan menggunakan semua komponen yang berasal dari dalam negeri. Sebagian besar komponen yang digunakan berasal dari negara lain (outsourcing). Oleh karena itu Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan industri komponen tertentu sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki. Pengembangan industri komponen di dalam negeri tidak terlepas dari peranan Transnational Corporation (TNC) dalam membuka akses pasar baik di negara asal (home country) TNC, pasar regional maupun pasar global serta mampu menciptakan network di dunia.
Kinerja ekspor mainan anak-anak, perhiasan dan peralatan musik (ISIC 39) cukup baik dan bahkan lebih tinggi dari ISIC 36. Namun demikian nampaknya industri ISIC 39 ini kurang mendapatkan perhatian meskipun Indonesia memiliki potensi, sehingga tidak mampu berkembang.
Kutipan: Kodrat Wibowo, SE Phd
Kesimpulan
Negeri ini memiliki potensi yang sangat besar dan dalam pengembangan sumber daya alam ini akan mampu bersaing dengan negara – negara maju, jika didukung oleh sumberdaya yang berkwalitas.
Dalam hal ini pemerintah harus lebih memperhatikan sektor – sektor perekonomian yang memiliki potensi dan menjadikan perekomonian tersebut lebih fleksibel agar menjadi perekonomian yang mempunyai daya saing tinggi.
Dengan demikian akan mengantarkan negeri ini menjadi negara yang maju
Dan mencapai kemakmuran dengan tingkat stabilitas sosial yang tinggi.
Makalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca PerekonomianMakalah Ilmu Ekonomi: Neraca Perekonomian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar