Pendahuluan
Ilmu Tasawuf dan Ahlak Tasawuf >>> Tasawuf sebagai amalan praktis para sufi atau sebuah disiplin ilmu dalam perbaikan akhlak yang ajarannya mempunyai landasan kuat dalam Al-quran dan hadist. Tasawuf merupakan sebuah metode untuk mendekatkan diri dengan Allah S.W.T. melalui kegiatan kerohanian seperti, pembersih hati, dzikir dan ibadah-ibadah yang lainnya.
Kehidupan manusia sekarang ini telah banyak melenceng dari ajaran Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah S.A.W. semua orang berharap dan mempunyai keinginan untuk mendapatkan kehidupan duniawi yang bergelimang dengan harta, kedudukan yang tinggi dan menjadi orang yang berkuasa. Tanpa mereka sadari bahwa akibat dari perbuatannya telah merugikan orang lain, lingkungan sekitar dan dirinya sendiri.
Keimanan yang lemah membuat mereka mudah tergoda dengan kehidupan dunia yang fana, nafsu yang tidak terkendali membuat orang berbuat tanpa berpikir panjang atas resiko yang akan terjadi.
Keadaan tersebut merupakan sesuatu yang patut kita sadari dan pelajari, bahwa sesungguhnya manusia merupakan makhluk tuhan yang memiliki akal pikiran, berbudi pekerti, memiliki hati dan perasaan. Yang seharusnya digunakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Maka untuk mencapai hal tersebut harus diikuti dengan sikap qonaah, syukur, sabar, ridho, raja’, dan mahabbah agar semua yang dilakukan dapat bermanfaat bagi kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
Semoga kita semua selalu mendapatkan perlindungan Allah S.W.T. dan menjadi orang yang selalu berguna di dunia dan akhirat.
Amie……….n.
Tasawuf dan Hidup Bahagia
Tasawuf sebagai salah satu tipe mistisme, dalam bahasa Inggris disebut sufisme. Kata tasawuf mulai dipercakapkan pada akhir abad dua hijriah yang dikaitkan dengan salah satu jenis pakaian kasar yang disebut shuff atau wool kasar. Kain sejenis itu sangat digemari oleh para zahid sehingga menjadi simbol kesederhanaan pada masa itu. Ajaran tasawuf didasarkan pada Al-quran dan hadist.
Tasawuf merupakan sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Hakikat dalam pandangan tasawuf adalah inti atau rahasia yang paling dalam dari syari’at dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi. Oleh karena itu, sufisme sebagai “insan kamil” hanyalah sebagai pola kepribadian, tipologi manusia, bukan tipe manusia yang bertujuan konkrit dalam dunia nyata, namun hanya suatu ide abstrak dalam dunia cita insan kamil.
Persoalan kehidupan sosial kemasyarakatan tetap dapat digeluti secara aktif asal jangan mengurangi perhatian terhadap tujuan akhir dari kehidupan. Manusia harus bersikap hati-hati (wara’) dalam menjalani hidup dan kehidupan duniawi dalam memanfaatkan karunia Allah. Melalui pola hidup serasi-sederhana, menurut aturan ini akan dapat ditemukan kebebasan untuk merealisir tujuan hidup yang hakiki, yakni agar selalu berada bersama dengan Allah dalam segala situasi.
Dilihat dari aspek perkembangan psikologi manusia, maka nafs muthmainnah dapat dikatakan sebagai “klimaks dari kebahagiaan”. Puncak dari kenikmatan hidup manusia di dunia dan merupakan wilayah tertinggi dari perkembangan rohani manusia dan kemanusiaan. Dalam suasana dan kondisi yang demikianlah manusia menemukan rasa kebebasan rohaninya, merdeka dari segal godaan, bahagia sentosa dalam suasana aman dan damai tanpa kekhawatiran dan duka cita.
“…barang siapa menyerahkan jiwa raganya kepada Allah seraya ia berbuat kebaikan baginya pahala dari sisi tuhannya. Mereka tidak ada rasa kekhawatiran dan tiada pula duka cita”. (Q.S.2:122).
Hidup dalam suasana kejiwaan yang harmonis, berdampak pada kebebasan diri dari ketergantungan struktural dan kultural, yang pada gilirannya akan mampu mengukuhkan otonomi pribadi di tengah kegalauan kehidupan sekitarnya. Oleh karena itu tasawuf sebagai “gerakan revolusi spiritual” mampu membangun pribadi dan masyarakat yang berdaya kritis, kreatif dan bebas dari semangat pragmatisme.
Hidup bahagia merupakan kehidupan yang cukup dan mensyukuri apa yang diperoleh, bersabar dan senang dengan keadaan hidupnya meski kurang beruntung, optimistis dan mencintai kehidupannya.
Semua sikap hidup itu diajarkan dalam tasawuf. Misalnya merasa cukup disebut qona’ah, mensyukuri nikmat yang diperoleh disebut syukur, bersabar dengan keadaan hidup disebut sabar, senang dengan kondisi dirinya disebut ridho, optimis disebut raja’, dan rasa cinta disebut mahabbah.
Sikap sufistik itu mutlak diperlukan kalau orang ingin hidup bahagia. Misalnya orang tidak akan bahagia kalau tidak pernah merasa cukup. Walaupun hartanya sudah melimpah kalau tidak merasa cukup, maka dia tidak akan bahagia.
Disamping itu diharapkan orang untuk selalu bersikap optimistis dan mencintai kehidupan ini walau bagaimanapun keadaannya, termasuk dalam keadaan susah. Optimisme dan rasa cinta akan menimbulkan bagi yang bersangkutan. Sebaliknya pesimisme dan rasa muak terhadap kehidupan ini akan membuat kehidupan ini terasa hampa dan tidak bermakna, sehingga menghilangkan kebahagiaan.
Itu berarti bahwa tasawuf memiliki ajaran untuk hidup bahagia, yaitu sikap-sikap sufistik, seperti qona’ah, syukur, sabar, rhido, raja’, dan mahabbah.
=> ( Qonaah ) Berarti merasa cukup, maksudnya rizki yang diperoleh dirasa cukup. Walaupun penghasilannya kecil diterima dengan sabar dan ikhlas, sehingga tidak terdorong mencari tambahan pendapatan dengan cara yang haram, seperti korupsi.
Tujuannya supaya orang tidak berkeluh kesah kalau rizkinya sedikit dan tidak terdorong berbuat tindakan yang haram.
=> ( Syukur ) Berarti berterima kasih, maksudnya berterima kasih kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada manusia. Syukur dapat dilakukan dengan hati, lisan dan badan.
a) Syukur dengan hati ialah selalu ingat Allah (dzikir).
b) Syukur dengan lisan ialah mengucapkan tahmid (pujian) kepada Allah.
c) Syukur dengan badan ialah mentaati ajaran Allah, yaitu menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
=> ( Sabar ) Berarti menahan, maksudnya menahan diri dari keluh kesah ketika menjalankan ajaran tuhan dan sewaktu menghadapi musibah. Jadi, sabar meliputi urusan duniawi dan ukhrawi.
Sabar dapat digolongkan kedalam tiga bagian:
a) Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, memeliharanya terus-menerus, menjaganya dengan ikhlas dan memperbaikinya dengan pengetahuan.
b) Sabar untuk menjauhi larangan Allah, seperti berzina, mabuk, berjudi, mencuri dan korupsi.
c) Sabar ketika mengalami musibah, seperti kematian, kecelakaan, usaha bangkrut, dipecat dari pekerjaan, difitnah dan sebagainya.
=> ( Ridho ) Berarti senang, maksudnya senang menjadikan Allah sebagai tuhan, senang kepada ajaran dan takdirnya. Orang yang ridho kepada Allah maka akan senang dengan segala hal yang diterimanya.
=> ( Raja ) Raja berarti harapan atau optomisme, yaitu mengharapkan rahmat Allah. Optimisme ada dua tingkat:
a) harapan para sufi untuk mendekat dan bertemu dengan Allah
b) harapan orang awam yang mengharapkan kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat.
=> ( Mahabbah ) Berarti cinta, yaitu mencintai Allah untuk mendekatkan diri kepadanya. Selain itu ada cinta kepada diri sendiri, ada cinta kepada ibu bapak yang di dalamnya orang mengetahui kesadarannya tentang sejauh mana keharusan untuk berbuat baik kepada mereka berdua, sehingga tuhan ridho kepadanya. Semua cinta kepada selain Allah harus ditempatkan di bawah cinta kepada Allah, dan mencintai selain Allah dimaksudkan untuk mewujudkan cinta kepada Allah.
Menurut hamka dalam tasawufnya bahwa, “Kebahagiaan sejati menghimpun seluruh aspek kehidupan, harta, fisik, ilmu, syariat, hakikat yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Seluruh aspek mempunyai andil dalam meraih kebahagiaan, yang pada puncaknya kebahagiaan adalah kenal dengan Allah, ma’rifah Allah”.
Dari ajaran para ahli tasawuf yang telah dikemukakan diatas bahwa, tasawuf memiliki ajaran tentang hidup bahagia. Dan orang yang mengamalkan tasawuf dengan benar akan hidup bahagia.
Kesimpulan
Tasawuf merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan juga merupakan sebagai disiplin ilmu dalam perbaikan Akhlak untuk melakukan perbuatan baik yang sifatnya duniawi ataupun ukhrawi yang didasari oleh Al-quran dan Hadist.
Dalam ajarannya, tasawuf mengajarkan sikap sufistik seperti, qonaah, syukur, sabar, rodho, raja’, dan mahabbah yang pada akhirnya dapat membawa orang dalam kebahagiaan bagi orang yang mampu mengamalkannya dikehidupan modern.
Daftar pustaka
- Tebba, Sudirman, Tasawuf positif, Bogor, 2003.
- Nata, Abuddi, Akhlak tasawuf, Jakarta, 2006.
- Siregar, H.A. Rivay, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, Jakarta, 2002.
- Jamil, Cakrawala tasawuf, Jakarta, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar