Masa Awal Perkembangan Sosiologi
a. Masa Sebelum Comte
a. Masa Sebelum Comte
Plato (429-347 S.M)
Plato adalah seorang filosof Romawi yang pertama kali melakukan penelaahan secara sistematis terhadap masyarakat. Pada awalnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu teori bentuk negara yang ia cita-citakan, melalui proses pengorganisasian yang di dasarkan pada pengamatan-pengamatan secara kritis terhadap sistem-sistem sosial yang berlangsung pada zaman itu. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan, karena masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia.
Plato berhasil merumuskan suatu teori organis mengenai masyarakat, yang meliputi bidang-bidang kehidupan sosial dan ekonomi, yang telah melatarbelakangi terciptanya dinamika di dalam masyarakat yang disertai adanya suatu sistem hukum yang identik dengan moral, oleh karena didasarkan pada keadilan.
Aristoteles (384-322 S.M)
Plato berhasil merumuskan suatu teori organis mengenai masyarakat, yang meliputi bidang-bidang kehidupan sosial dan ekonomi, yang telah melatarbelakangi terciptanya dinamika di dalam masyarakat yang disertai adanya suatu sistem hukum yang identik dengan moral, oleh karena didasarkan pada keadilan.
Aristoteles (384-322 S.M)
Dalam karyanya Aristoteles (Politics), ia membuat sebuah analisis yang mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan sosial. Karena Aristoteles juga mengikuti system analisis secara organis dari Plato. Namun disamping itu Aristoteles menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral.
Pada masa abad pertengahan muncullah seorang ahli filsafat Arab Ibn Khaldun (1332-1406) yang mengungkapkan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara-negara. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia dalam suku, kelompok, negara atau yang lain sebagainya itu, ialah merupakan adanya rasa solidaritas. Karena faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan bersama dalam masyarakat.
Pada masa abad pertengahan muncullah seorang ahli filsafat Arab Ibn Khaldun (1332-1406) yang mengungkapkan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara-negara. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia dalam suku, kelompok, negara atau yang lain sebagainya itu, ialah merupakan adanya rasa solidaritas. Karena faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan bersama dalam masyarakat.
b. Masa Renaissance
Zaman Renaissance tercatat ada beberapa nama, seperti Thomas More, dan Campanella. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan N. Machiavelli yang menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Inilah untuk pertama kalinya politik dipisahkan dengan moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyakat. Yang mana pengaruh ajaran Machiavelli yaitu bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan pada mekanisme pemerintahan.
Pada abad ke-17 Hobbes meluncurkan tulisannya yang bejudul The Leviathan. Inti ajarannya yaitu bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan yang mekanis. Karena dalam mencapai kehidupan yang damai dan tenteram, mereka harus mengadakan suatu perjanjian kontrak dengan pihak-pihak yang memiliki wewenang. Di abad ke-18 muncullah ajaran John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial Hobbes.
Di awal abad ke-19 muncul ajaran-ajaran lain diantarnya Saint Simon (1760-1825), yang menyatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok.
c. Masa Comte
Auguste Comte adalah seorang pelopor yang telah berhasil mempertegas eksistensi materi sisiologi menjadi sebuah ilmu yang mampu membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dia menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah, dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda-beda. Pokok dari ajaran Comte adalah pembagian atas tiga tahap pemikiran manusia yaitu tahap teologis, metafisik dan ilmu pengetahuan positif. Dan dari prestasi tersebutlah kemudian para sosiolog menempatkan dirinya sebagai seorang bapak sosiologi.
d. Masa sesudah Comte
Comte telah berhasil mempengaruhi para ilmuan yang menggeluti bidang sosiologi yang meliputi cara kerja atau metode-metode yang juga dikenal ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dan dalam masa kedepannya, teori-teori sosiologi berkembang dan dikelompokkan dalam berbagai mazhab-mazhab, sesuai dengan pengaruh dari ilmu-ilmu lain.
Mazhab-mazhab tersebut adalah :
a). Mazhab geografi dan Lingkungan
b). Mazhab Organis dan Evolusioner
c). Mazhab Formal
d). Mazhab Psikologi
e). Mazhab Ekonomi
f). Mazhab Hukum
B. Munculnya Sosiologi Modern
Emile Durkheim (1855-1917) ajaran-ajarannya mengandung berbagai segi serta metode pendekatan. Salah satunya adalah Durkheim melihat sosiologi yang baru lahir ini dalam upaya untuk memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang berdiri sendiri, karena sosiologi tengah berada dalam ancaman bahaya kekuatan pengaruh dua cabang ilmu yang telah berdiri kokoh yaitu filsafat dan psikologi.
Durkheim melihat filsafat sebagai ancaman dari dalam lewat dua tokoh sosiologi yang dominan saat itu, yakni Comte dan Spencer. Keduanya mempunyai pandangan yang lebih bersifat filosofis dari pada bersifat sosiologis, karena itu Durkheim mencoba menguji teori-teori yang dihasilkan melalui pemikiran spekulatif itu dengan data konkrit berdasarkan hasil penelitian empiris.
Menurut Durkheim, riset empiris inilah yang membedakan antara sosiologi sebagai cabang ilmu dari filsafat, sebaliknya menurut Comte dan Spencer sosiologi tidak akan lebih daripada menjadi cabang filsafat dengan kata lain tidak akan pernah berdiri sendiri. Karena Comte menempatkan dunia ide sebagai pokok persoalan studi sosiologi dan sebaliknya Durkheim berpendirian bahwa ide tidak dapat dijadikan sebagi obyek riset, ide hanya berfungsi sebagai suatu konsepsi dalam pikiran tidak dapat dipandang sebagai barang sesuatu.
Khusus terhadap Spencer, Durkheim melancarkan kritiknya dengan menyatakan bahwa Spencer bukan menjadikan kenyataan kehidupan bermasyarakat yang nyata ini sebagai obyek dari studi sosiologinya, melainkan idenya sendiri tentang hidup bermasyarakat yang dijadikan sebagai obyek studinya. Spencer tak berbeda dengan Comte yang hanya lebih menekankan ide keteraturan masyarakat dari pada berusaha melakukan penelitian empiris.
C. Perkembangan Sosiologi Di Indonesia
a. Sosiologi Sebelum Perang Dunia Kedua
Pada hakikatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah mempelajari teori-teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan namun banyak diantara mereka yang telah memasukkan unsur-unsur sosiologi ke dalam ajaran-ajarannya. Seperti, ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta yaitu mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan berbeda, itu banyak mengandung unsur-unsur sosiologi atau Ki Hadjar Dewantoro, dengan konsepnya mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan Indonesia yang dengan nyata dipraktekkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Sosiologi pada waktu itu di Indonesia dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, karena pada saat itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan.
Satu-satunya perguruan tinggi yang memberikan kuliah sosiologi yaitu Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta, disini pun ilmu sosiologi hanya sebagai pelengkap bagi mata kuliah ilmu hukum. Yang memberikan kuliah pun bukan orang yang khusus memusatkan perhatiannya pada sosiologi, karena pada waktu itu belum ada spesialisasi sosiologi.
b. Sosiologi Sesudah Perang Dunia Kedua
Soenario Kolopaking seorang sarjana Indonesia yang untuk pertama kalinya memberi kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik diYogyakarta, yang mana Akademi tersebut kemudian melebur ke dalam Universitas Gadjah Mada dan kemudian menjadi Fakultas Sosial dan Politik. Dan beliau juga memberikan kuliah dengan menggunakan bahasa Indonesia, karena sebelum perang dunia kedua semua kuliah diberikan dengan menggunakan bahasa Belanda.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia diterbitkan sejak satu tahun setelah pecahnya revolusi fisik yaitu Sosiologi Indonesia oleh Djody Gondokusumo yang memuat bebrapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai filsafat. Selanjutnya yang merupakan buku pelajaran pertama didalam bahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi modern yaitu buku karangan Hassan Shadily denga judul Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Serta banyak lagi buku-buku lainnya yang memuat masalah-masalah dalam sosiologi dan juga pengetahuan tentang keilmuan sosiologi.
b). Mazhab Organis dan Evolusioner
c). Mazhab Formal
d). Mazhab Psikologi
e). Mazhab Ekonomi
f). Mazhab Hukum
B. Munculnya Sosiologi Modern
Emile Durkheim (1855-1917) ajaran-ajarannya mengandung berbagai segi serta metode pendekatan. Salah satunya adalah Durkheim melihat sosiologi yang baru lahir ini dalam upaya untuk memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang berdiri sendiri, karena sosiologi tengah berada dalam ancaman bahaya kekuatan pengaruh dua cabang ilmu yang telah berdiri kokoh yaitu filsafat dan psikologi.
Durkheim melihat filsafat sebagai ancaman dari dalam lewat dua tokoh sosiologi yang dominan saat itu, yakni Comte dan Spencer. Keduanya mempunyai pandangan yang lebih bersifat filosofis dari pada bersifat sosiologis, karena itu Durkheim mencoba menguji teori-teori yang dihasilkan melalui pemikiran spekulatif itu dengan data konkrit berdasarkan hasil penelitian empiris.
Menurut Durkheim, riset empiris inilah yang membedakan antara sosiologi sebagai cabang ilmu dari filsafat, sebaliknya menurut Comte dan Spencer sosiologi tidak akan lebih daripada menjadi cabang filsafat dengan kata lain tidak akan pernah berdiri sendiri. Karena Comte menempatkan dunia ide sebagai pokok persoalan studi sosiologi dan sebaliknya Durkheim berpendirian bahwa ide tidak dapat dijadikan sebagi obyek riset, ide hanya berfungsi sebagai suatu konsepsi dalam pikiran tidak dapat dipandang sebagai barang sesuatu.
Khusus terhadap Spencer, Durkheim melancarkan kritiknya dengan menyatakan bahwa Spencer bukan menjadikan kenyataan kehidupan bermasyarakat yang nyata ini sebagai obyek dari studi sosiologinya, melainkan idenya sendiri tentang hidup bermasyarakat yang dijadikan sebagai obyek studinya. Spencer tak berbeda dengan Comte yang hanya lebih menekankan ide keteraturan masyarakat dari pada berusaha melakukan penelitian empiris.
C. Perkembangan Sosiologi Di Indonesia
a. Sosiologi Sebelum Perang Dunia Kedua
Pada hakikatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah mempelajari teori-teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan namun banyak diantara mereka yang telah memasukkan unsur-unsur sosiologi ke dalam ajaran-ajarannya. Seperti, ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta yaitu mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan berbeda, itu banyak mengandung unsur-unsur sosiologi atau Ki Hadjar Dewantoro, dengan konsepnya mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan Indonesia yang dengan nyata dipraktekkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Sosiologi pada waktu itu di Indonesia dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, karena pada saat itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan.
Satu-satunya perguruan tinggi yang memberikan kuliah sosiologi yaitu Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta, disini pun ilmu sosiologi hanya sebagai pelengkap bagi mata kuliah ilmu hukum. Yang memberikan kuliah pun bukan orang yang khusus memusatkan perhatiannya pada sosiologi, karena pada waktu itu belum ada spesialisasi sosiologi.
b. Sosiologi Sesudah Perang Dunia Kedua
Soenario Kolopaking seorang sarjana Indonesia yang untuk pertama kalinya memberi kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik diYogyakarta, yang mana Akademi tersebut kemudian melebur ke dalam Universitas Gadjah Mada dan kemudian menjadi Fakultas Sosial dan Politik. Dan beliau juga memberikan kuliah dengan menggunakan bahasa Indonesia, karena sebelum perang dunia kedua semua kuliah diberikan dengan menggunakan bahasa Belanda.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia diterbitkan sejak satu tahun setelah pecahnya revolusi fisik yaitu Sosiologi Indonesia oleh Djody Gondokusumo yang memuat bebrapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai filsafat. Selanjutnya yang merupakan buku pelajaran pertama didalam bahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi modern yaitu buku karangan Hassan Shadily denga judul Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Serta banyak lagi buku-buku lainnya yang memuat masalah-masalah dalam sosiologi dan juga pengetahuan tentang keilmuan sosiologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar