Rabu, 22 Oktober 2008

Arsitektur Perbankan Syariah Indonesia (API)

Arsitektur Perbankan Syariah Indonesia (API)

Arsitektur perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu, 5-10 tahun ke depan. API di landasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya pemerintah dan BI untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih pemerintah sesuai dengan inpres No.5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.

Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan, sehingga API di harapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif [1] yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.

Untuk mencapai dan menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional, ada 6 pilar sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien yang harus di lakukan oleh bank Indonesia (BI) di antaranya:

Pilar I. (Struktur perbankan yang sehat) [2], unsur unsurnya:
a) Struktur modal
a) Strategi-strategi dalam rangka memperkuat modal:
b) perubahan terhadap stakeholder lama dengan investor baru
c) merger pada bank
d) penerbitan saham baru
e) pinjaman yang sub ordinasi
f) penguatan tekhnologi atau ITI yang mendukung operasional bank syariah
g) skala usaha pertumbuhan kredit perlu di tingkatkan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam waktu lima tahun kedepan

Belum optimalnya struktur perbankan ini dapat di lihat pada 11 bank besar yang menguasai kurang lebih 75% total aset perbankan. Disisi lain, masih terdapat 127 bank yang tergolong kecil dan menengah lainnya yang perlu mendapat perhatian. Karena bank-bank tersebut juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama dengan bank-bank besar, namun memiliki kemampuan operasional, managemen resiko, dan corporate governance barang relatif lebih terbatas

Pilar II. (Sistem pengaturan yang efektif)
Apabila sistem pengaturan dunia perbankan di Indonesia dapat berjalan dengan efektif maka dunia perbankan Indonesia harus masuk atau di golongkan ke dalam International best practice dimana pengaturan perbankan di Indonesia mengikuti kinerja bank-bank yang ada di seluruh dunia dan BI tetap mempertahankan keikut sertaanya dalam forum-forum international. [3]

Pilar III. (Peningkatan fungsi pengawasan)
Yang di lakukan BI, adalah:
a) meningkatkan kompentensi sebagai pengawas
b) meningkatkan koordinasi antara lembaga pengawas
c) pengembangan pengawasan berbasis resiko
d) peningkatan efektifitas dalam memperkuat enforcement
e) konsolidasi sektor perbankan di BI

Pilar IV. (Program peningkatan kualitas manajemen)
Suatu kepemimpinan di perusahaan akan berjalan dengan baik, apabila good Corporate Governance (GCS) di tingkatkan, otomatis ini akan meningkatkan kinerja Bank dan kepercayaan menjadi meningkat. [4]

Pilar V. (Program pengembangan Infra struktur perbankan )
Yang di lakukan BI adalah:
Pengembangan operasional perbankan yang mendukung dan yang efektif di tandai dengan sistem pembayaran di Indonesia yang di nilai sudah memadai. Lebih dari 95% dari total transaksi pembayaran perbankan yang di lakukan melalui sistem RTGS (Real Time Gross Settlement). Audit awal menunjukkan bahwa sistem ini telah sesuai dengan core principles for efficient payment system.

Pilar VI ( Program peningkatan Perlindungan nasabah)
Yang di lakukan BI, adalah:
a) meningkatkan standard penyusunan mekanisme pengaduan nasabah
b) pendirian mediasi lembaga independent, contoh: Arbitrase[5]
c) peningkatan transparansi perbankan
d) edukasi bagi nasabah[6]

Karena luasnya lingkup kebijakan yang di tempuh dan tidak mudahnya respons yang harus di lakukan bank dalam mengantisipasi perubahan, implementasi perubahan yang di isyaratkan dalam API akan di lakukan secara bertahap

Di samping itu dampak dari manajemen skim bagi hasil yang masih relatif kecil dan sumber daya insani yang rendah akan mengedepankan pada pembiayaan konsumsi yang cenderung membesar. Realitas ini menunjukkan bahwa bank syariah lebih mementingkan kepraktisan dan pencapaian profitabilitas semata. Pembiayaan konsumtif akan menjauhkan keberadaan dan peran perbankan syariah dari maqasih as-syariah dan mendorong masyarakat untuk konsumtif.

Langkah pembenahan yang harus di lakukan adalah mengharapkan terjadinya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendorong sektor riil[7] melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil di tambah lagi dengan peran BI untuk menyempurnakan kebijakan dan regulasi pada perbankan.

-----------
1. Direktorat Perbankan Syariah, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah”, BANK INDONESIA, Jakarta:2004,hal:49
2. BANK INDONESIA, Himpunam Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia, Februari, 2005- April 2006
3. Direktorat Perbankan Syariah, Op.Cit.
4. Ibid, hal:50
5. Ibid, hal:26
6. Ibid, hal:51
7. BANK INDONESIA, cetak biru. Perbankan Syariah Indonesia




Daftar Pustaka:
- Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembanga Perbankan Syariah, BANK INDONESIA, Jakarta: 2004
- BANK INDONESIA, cetak biru. Perbankan Syariah Indonesia
- BANK INDONESIA, Himpunam Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia, Februari, 2005- April 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEMUKAN MAKALAH/ARTIKEL YANG ANDA CARI DI SINI:
Custom Search

Posting Terkini